Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Diduga Telah Mainkan Alokasi Dana Hibah Sejak 2 Tahun Lalu
– Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua P Simandjuntak, tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi saat menerima uang suap untuk pengurusan alokasi dana hibah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Timur tahun 2023. Praktek jual beli alokasi dana hibah itu diduga sudah berjalan sejak dua tahun lalu.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Johanis Tanak, mengumumkan penetapan Sahat dan tiga orang lainnya sebagai tersangka pada Kamis tengah malam, 15 Desember 2022. Keempatnya pun langsung ditahan oleh KPK.
“Tim penyidik menahan para tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 15 Desember 2022 sampai dengan 3 Januari 2023,” ujar Johanis dalam konferensi pers di Gedung KPK.
Selain Sahat Tua P Simanjuntak, tiga tersangka lainnya adalah: Staf Ahli Sahat bernama Rusdi; Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid; dan Koordinator lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi alias Eeng.
Dalam kasus ini, KPK juga menyita uang tunai dalam bentuk Rupiah, Dolar Singapura dan Dolar Amerika.
“Jumlahnya Rp 1 miliar,” kata Johanis.
Sahat dan Abdul Hamid disebut telah memiliki kesepakatan untuk menyerahkan uang muka pengurusan dana hibah tersebut. Nilai yang disepakati kedua belah pihak adalah Rp 2 miliar.
Akan tetapi realisasinya baru sebesar Rp 1 miliar. Abdul Hamid berjanji akan memberikan sisanya pada hari ini, Jumat, 16 Desember 2022.
Selain itu, Sahat dan Abdul juga sepakat mereka akan mendapatkan bagian jika dana hibah itu telah turun. Politikus Partai Golkar itu disebut akan mendapatkan bagian 20 persen sementara Abdul mendapat 10 persen.
Dugaan alokasi dana hibah sudah dimainkan sejak 2 tahun lalu
KPK menduga praktek lancung ini sudah terjadi sejak dua tahun sebelumnya. Pada 2021 dan 2022 saja, menurut Johanis, Provinsi Jawa Timur mengucurkan dana hibah sebesar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, dan organisasi masyarakat yang ada di sana.
Pokmas yang dikoordinir Abdul Hamid disebut mendapatkan dana hibah sebesar Rp 40 miliar setiap tahunnya.
“STPS menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah melalui kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. AH yang menjabat sebagai kepala desa, bersedia menerima tawaran tersebut,” kata Johanis.
“Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, tersangka STPS telah menerima yang sekitar Rp 5 miliar,” kata Johanis.
Tim penyidik KPK pun masih menelusuri aliran dana kepada Sahat tersebut.
KPK menjerat Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi sebagai pemberi suap. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Sedangkan sebagai penerima suap, Sahat Tua P Simandjuntak dan Rusdi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b juncto Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHP.