Mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin mangkir dari panggilan pemeriksaan Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel periode 2010-2019.
“Enggak datang, minta penundaan. (Alasannya) masih sidang DPR,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi kepada wartawan, Senin (13/9).
Namun demikian, Supardi belum membeberkan lebih lanjut mengenai materi pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap Alex Noerdin.
Ia menjelaskan bahwa penyidik memerlukan keterangan Alex Noerdin terkait sejumlah aliran dana yang terjadi dalam perkara tersebut. Hanya saja, ia belum dapat merincikan transaksi tersebut.
Supardi mengatakan, penyidik masih akan memanggil Alex dalam pemeriksaan pada pekan ini.
“Untuk memperdalam penyidikannya. Pokoknya kami perdalam, nanti jadinya seperti apa, nanti. Kami masih panggil minggu ini,” kata Supardi.
Dalam perkara ini Kejagung sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka ialah Direktur Utama PDPDE Sumsel periode 2008 berinisial CISS. Kemudian, Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa berinisial AYH.
Perkara ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga mencapai US$30 juta yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas yang dikurangi biaya operasional dalam waktu 2010 hingga 2019.
Kerugian juga terhitung dari setoran modal yang seharusnya tak dibayarkan PDPDE Sumsel, yakni sebesar US$63,75.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan kasus tersebut terjadi antara periode 2010-2019. Ia menuturkan, Alex yang menjabat sebagai Gubernur pada 2010 meminta Pemprov Sumsel untuk mengalokasikan dana pembelian gas bumi bagian negara.
PDPDE Sumsel kemudian ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas). Hanya saja, perusahaan yang ditunjuk itu berdalih tak memiliki pengalaman teknis sehingga menggaet investor swasta PT DKLN.
Adapun komposisi kepemilikan sahamnya adalah 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen milik DKLN.