TEMPO.CO, Jakarta – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap hasil investigasi kecelakan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di peraian Kepualauan Seribu pada 9 Januari 2021. KNKT menyebut ada enam penyebab kecelakaan pesawat Boeing 737-800 yang dioperasikan dari Bandara International Soekaro Hatta menuju Bandara Supadio Pontianak itu.
“KNKT menyimpulkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan berdasar urutan waktu kejadian,” ujar Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan Nurcahyo Utomo melalui keterangan tertulis, Kamis, 10 November 2022.
Pertama, KNKT melihat kecelakaan terjadi karena masalah sistem autothrottle. Tahapan perbaikan sistem autothrottle yang dilakukan belum mencapai bagian mekanikal.
Kedua, thrust lever kanan tidak mundur sesuai permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal sehingga thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur. Akibatnya, terjadi asimetri.
Autothrottle merupakan sistem pengatur gas yang memungkinkan pilot menentukan kecepatan (speed) dan dorongan (thrust) pesawat secara otomatis. Dalam sistem kecepatan, autothrottle berguna untuk mengatur penerbangan pesawat dalam batas yang aman. Sedangkan pengaturan thrust memungkinkan pilot menyetel kekuatan pendorong pesawat untuk berbagai aktivitas, seperti lepas landas serta menaikkan dan menurunkan ketinggian, juga saat mendarat
Kesimpulan ketiga, ada keterlambatan Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) untuk menonaktifkan autothrottle pada saat asimetri. Ini disebabkan oleh flight spoiler sehingga memberikan nilai yang lebih rendah dan berakibat pada asimetri yang semakin besar.
Keempat, complacency pada otomatisasi dan confirmation bias kemungkinan telah mengakibatkan kurangnya monitoring. Sehingga, tidak disadari ada asimetri dan penyimpangan arah penerbangan.
Kelima, pesawat berbelok ke kiri dari yang seharusnya ke kanan. Sementara itu, kemudi miring ke kanan dan kurangnya monitoring mungkin telah menimbulkan asumsi pesawat berbelok ke kanan sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai.
“Keenam, belum adanya aturan dan panduan tentang Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) memengaruhi proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan kondisi upset secara efektif dan tepat waktu,” kata Nurcahyo.
Mengenai kecelakaan ini, KNKT pada 10 Februari 2021, pernah mengatakan bahwa enam hari sebelum kecelakaan terjadi, pilot telah melaporkan bahwa authrottle SJ 182 tidak berfungsi dan dilakukan perbaikan dengan hasil yang baik. Pada 4 Januari, authrottle dilaporkan kembali tidak berfungsi. Perbaikan dilakukan dan belum berhasil sehingga dimasukkan pada daftar penundaan perbaikan atau DMI.
Nurcahyo menyatakan DMI adalah hal yang biasa. Penundaan itu umumnya dapat dilakukan sampai sepuluh hari. Pada 5 Januari, pesawat dilaporkan kembali melalui perawatan dan DMI ditutup. Dengan begitu pada 9 Januari atau saat pesawat mengalami kecelakaan, tidak terdapat catatan adanya DMI di buku aircraft maintenance log atau AML.
Pasca-kecelakaan, Nurcahyo menyebut sejumlah pihak, termasuk Sriwijaya Air, telah melakukan tindakan keselamatan sebagai upaya meningkatkan keselamatan. Direktorat Jenderal Penghubung Udara (DJPU) bahkan melakukan inspeksi terhadap seluruh besawat Boeing 737-300/400/500.
Lebih lanjut, KNKT juga memberikan tiga rekomendasi keselamatan untuk Sriwijaya Air. Pertama, Sriwijaya Air perlu berkonsultasi dengan DJPU sebelum melakukan perubahan prosedur terbang. Kemudian meminta No Technical Objection (NTO) dari pabrikan pesawat udara sebelum melakukan perubahan prosedur terbang yang sudah disiapkan di buku panduan.
Rekomendasi kedua, KNKT meminta Sriwijaya Air meningkatkan jumlah pengunduhan data dalam Flight Data Analysisi Program (FDAP) untuk peningkatan pemantauan operasi penerbangan. “Terakhir, kami rekomendasikan Sriwijaya untuk menekankan pelaporan bahaya atau hazard kepada seluruh pegawai,” ujar Nurcahyo.
Investigasi KNKT berlangsung sejak kecelakaan pesawat terjadi pada awal 2021. KNKT memiliki tenggat mengumumkan hasil investigasi selama 365 hari. Dalam investigasi tersebut, KNKT melibatkan sejumlah pihak, termasuk investigator dari Transport Safety Investigation Bureau atau TSIB Singapura.
Ada pula tim investigasi dari Amerika Serikat berjumlah sebelas orang. Empat orang di antaranya dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional atau NTSB Amerika Serikat, empat orang dari Boeing Co, dua orang dari Otoritas Penerbangan Amerika Serikat atau Federal Aviation Administration (FAA), dan satu orang dari General Electric.