– Elemen buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat berencana menggelar aksi unjuk rasa menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jabar 2022 di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (25/11).
Ketua KSPSI Jabar Roy Jinto Ferianto mengatakan aksi demo hari ini juga bertepatan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review atau uji formil terhadap Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)
Terkait agenda pembacaan putusan UU Cipta Kerja, KSPSI Jabar meminta kepada MK agar memberikan putusan yang seadil-adilnya dengan membatalkan UU Cipta Kerja.
Menurut Roy, UU Cipta Kerja tersebut sangat merugikan kaum buruh dengan mendegradasi hak-hak buruh.
Salah satu contohnya mengenai pengupahan, di mana banyak daerah yang tidak mengalami kenaikan upah minimum tahun 2022, yang didasarkan pada perhitungan formula PP 36/2021 sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja. Kalaupun ada daerah yang naik hanya rata-rata 1,09%.
“Oleh karena itu, KSPSI Provinsi Jawa Barat akan mengawal sidang pembacaan putusan MK melalui aksi unjuk rasa di MK dan di Gedung Sate serta beberapa kab/kota,” kata Roy, Kamis (25/11).
Roy menuturkan KSPSI Jawa Barat akan mengerahkan kurang lebih 3.000 orang anggota ke Mahkamah Konstitusi untuk mengawal pembacaan putusan terhadap UU Cipta Kerja.
2.000 Buruh Geruduk Kantor Ganjar Pranowo, Besok
Sedangkan, aksi unjuk rasa di hari yang sama di Gedung Sate akan diikuti sekitar 2.000 orang.
“Karena putusan MK bersifat final dan mengikat dan sangat menentukan nasib kaum buruh Indonesia, sehingga kita akan kawal di MK. Persoalan upah yang sekarang didemo dan ditolak oleh buruh akan selesai kalau MK membatalkan UU Cipta Kerja,” tuturnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jabar pada 2022 sebesar Rp1.841.487,31 atau naik Rp31.135,95 dari tahun sebelumnya.
Demo Buruh di Yogyakarta
Sehari sebelumnya, massa buruh turun ke jalan dan memenuhi kawasan Nol Kilometer Kota Yogyakarta, Rabu (24/11). Mereka menolak Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2022 di DIY beserta kebijakan yang jadi dasar perumusannya.
Massa membawa poster hingga spanduk menyerukan penolakan besaran UMP/UMK 2022 di DIY. Begitu pula orator aksi dari atas bak mobil terbuka yang mewakili para buruh atas kebijakan pengupahan terkini.
Sekjen DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY Irsyad Ade Irawan mengatakan, ada beberapa poin yang menjadi tuntutan aksi. Pertama, besaran upah minimum yang tak mencerminkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebesar Rp2,9 juta sampai Rp3 juta berdasarkan hasil survei.
Kenaikan yang selalu jauh dari KHL tiap tahunnya, bagi KSPSI, hanya menciptakan defisit untuk buruh dan melanggengkan ketimpangan serta kemiskinan.
“Masalahnya upah di Yogya (DIY) sangat rendah dan sebelumnya paling rendah se-Indonesia. Maka perlu ada kenaikan upah yang signifikan untuk mencapai KHL membantu buruh dalam kondisi Covid,” kata Ade di lokasi aksi.
UMP Jatim 2022 Rp1,89 Juta, Buruh Ancam Demo Seminggu Penuh
Para buruh, kata Ade, juga keberatan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dipakai untuk merumuskan upah minimum. Survei KHL masih dianggap cara yang lebih pantas untuk menentukan dasar upah minimum.
“Kita meminta Gubernur DIY bertanggungjawab atas penetapan upah. Dia harus merevisi dan memberikan bantuan lain seperti dana kompensasi berupa subsidi pangan, transportasi, kemudian subsidi pendidikan dan lain-lain,” ucap Ade.
Terlebih, kata Ade, persentase kenaikan upah lewat PP 36 Tahun 2021 berkisar 3-4 persen berada di bawah PP 78 Tahun 2015 yang dulu dipakai dan ditolak juga oleh para buruh. Yakni sebesar 6-7 persen.
Hal lain yang menjadi dasar penolakan upah minimum tahun ini adalah karena UU Cipta Kerja yang tengah digugat serikat-serikat pekerja atau buruh. Sehingga baik UU tersebut maupun aturan turunannya tak bisa jadi landasan dalam menetapkan upah minimum 2021.