Kontroversi Program JakWifi Heru Budi Hartono usai Cuitan ‘Okelah jika Tak Suka Anies Baswedan

Kontroversi Program JakWifi Heru Budi Hartono usai Cuitan ‘Okelah jika Tak Suka Anies Baswedan’

 
Sejumlah siswa melakukan kegiatan belajar secara online menggunakan fasilitas JakWIFI di Sekretariat RW 02 Galur, Senen, Jakarta, Senin, 1 September 2020. Kegiatan belajar online ini diikuti belasan siswa dari pukul 08.00-10.00. Para siswa diwajibkan menggunakan seragam dan membawa alat tulis masing-masing di kantor Sekretariat RW 02 Galur. TEMPO/Muhammad Hidayat

 – Layanan internet gratis bagi masyarakat Jakarta, bernama JakWifi, akhirnya resmi mengalami pengurangan titik akses per awal Januari 2023. Pengurangan titik akses ini, perihal dengan pengurangan anggaran untuk JakWifi, Pemprov DKI Jakarta di bawah Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono awalnya mengajukan anggaran sekitar Rp174 miliar.Namun, hanya disetujui Rp56 miliar, sehingga titik JakWifi dari 3.500, dikurangi menjadi 1.263 titik. 

Layanan yang awalnya diperuntukkan dalam mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ) semasa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini memang untuk memfasilitasi anak sekolah dari keluarga kurang mampu secara ekonomi.

Namun seiring waktu berjalan, fungsi internet gratis ini disebutkan berubah dari tujuan awalnya. Belakangan, lebih banyak yang menggunakannya untuk kebutuhan hiburan, seperti gim atau menonton tayangan film dan lainnya.

Pro dan kontra JakWifi

Awalnya, pengurangan titik internet gratis ini tidak menyeruak ke permukaan, sampai akhirnya bermunculan komentar di media sosial mengenai masalah ini, setelah mantan anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) di masa kepemimpinan Anies Baswedan Tatak Ujiyati mengunggah persoalan tersebut di akun Twitternya @tatakujiyati.

Unggahan orang yang jadi tim Anies ini mengundang perhatian khalayak dan mengundang perdebatan, karena Tatak dalam cuitannya mengungkapkan kabar bahwa layanan internet gratis di sebagian wilayah Jakarta yang dihentikan, disampaikan dengan nada menyindir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Dalam cuitan dengan disertai gambar bertuliskan “Pemberitahuan efektif mulai 1 Januari 2023, layanan paket internet gratis JakWIFI di area ini telah dihentikan oleh Pemprov DKI Jakarta” tersebut, Tatak menilai kebijakan ini merugikan warga Jakarta, khususnya masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan layanan yang diluncurkan oleh mantan Gubernur DKI Anies Baswedan di kala pandemi COVID-19 pada 28 Agustus 2020 ini.

“Waduh, kok gini amat, ya? Layanan internet gratis di sebagian wilayah Jakarta dihentikan. Okelah jika tidak suka Anies Baswedan, tapi mbok ya jangan merugikan warga Jakarta. Terutama yang miskin,” tulis dia.

Seiring ramainya pembahasan soal JakWifi di ranah media sosial, Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) DKI Jakarta menjelaskan bahwa pengurangan anggaran sampai menyebabkan berkurangnya titik JakWifi ini, karena saat ini penggunanya mayoritas dinilai lebih banyak untuk hiburan, berdasarkan survei yang dilakukan mereka.

Dalam survei pada Desember 2021, DKI Jakarta mengungkapkan pemanfaatan JakWifi mencapai 56 persen. Kemudian pada Maret 2022 terus naik menjadi 60,9 persen.

Namun pada survei yang dilakukan November 2022, tercatat hanya 27,5 persen penggunaan untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ). Selebihnya, layanan JakWifi dimanfaatkan untuk kepentingan hiburan atau gim sebesar 50,7 persen.

Namun demikian, Diskominfotik DKI Jakarta menjamin bahwa layanan internet dengan Wi-Fi gratis (JakWifi) tetap berjalan, meski ada pengurangan titik akses layanan.

Pemprov DKI Jakarta melalui Diskominfotik memastikan layanan internet gratis melalui JakWifi tetap berjalan atau tidak ada penghentian.

Di sisi lain, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai JakWifi dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), khususnya yang memiliki anak masih sekolah.

Dalam satu keluarga MBR biasanya terdapat dua hingga tiga anak yang masih sekolah. Meski rutin mendapat dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) dari pemerintah daerah, namun bantuan itu tidak termasuk dengan akses digital anak-anak.

Anggaran JakWiFi pada 2023 memang dipangkas dari Rp174 miliar menjadi Rp56 miliar. Pertimbangannya adalah hasil kajian dan evaluasi Diskominfotik bahwa di berbagai titik, pemanfaatannya sudah tidak maksimal lagi, menyusul peniadaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan aturan bekerja dari rumah (WFH), seiring dicabutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Kalau anggaran itu mau dipotong, bagi anggota DPRD DKI Jakarta tidak ada masalah, tetapi menjadi pertanyaan jika dari 3.500 titik, kemudian tinggal 1.200 titik. Kalau jalan pikiran dinas ada beberapa titik pemanfaatannya tidak maksimal, dipersilakan, karena kalau uang APBD itu tidak dimanfaatkan secara maksimal, tentu sangat disayangkan. Tapi dewan juga harus objektif ketika program itu bermanfaat bagi masyarakat, harus didukung.

Sementara itu, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta lainnya Dwi Rio Sambodo menilai pemasangan JakWiFi tidak hanya pada kuantitas, karena jika pemasangannya tidak berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat, alokasi anggaran bisa digunakan untuk keperluan lain yang dianggap lebih penting.

Anggaran itu bisa dialokasikan untuk program bantuan sosial, seperti Kartu Lansia Jakarta dan sebagainya. Jadi, titik pemasangannya tetap harus proporsional dan tepat sasaran.

Walaupun PPKM resmi dicabut yang juga mengakhiri kebijakan pembelajaran jarak jauh dan kerja dari rumah diberlakukan, fasilitas JakWiFi ini dinilai masih sangat dibutuhkan dan sangat mungkin untuk dikembangkan, terlebih Jakarta memiliki cita-cita menjadi kota berskala global.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menempatkan titik layanan internet gratis, JakWifi, dengan mempertimbangkan lokasi prioritas, di antaranya sekolah dan prasarana transportasi publik, seperti di kawasan terminal, halte, dan stasiun, untuk kemudahan bertransformasi digital.

Kemudian juga, bisa disediakan di sejumlah taman kota agar mendorong warga bermain ke taman atau ruang publik lainnya.

Layanan internet gratis JakWiFi ini, tetap dibutuhkan warga Jakarta sebagai bagian dari pelayanan umum pemerintah kepada warganya, serta mendorong digitalisasi dan produktivitas kehidupan masyarakat untuk kerja kreatif, UMKM online, dan bekerja di mana saja atau work from anywhere (WFA).

Di sisi lain, dengan adanya fasilitas internet gratis bagi warga sudah sejalan dengan tujuan Jakarta menjadi kota global.

Pasalnya, di kota-kota dari negara maju dunia lainnya, seperti Singapura, Melbourne, Tokyo, Seoul, London, Paris, New York, sudah jamak menyediakan WiFi gratis di ruang-ruang publik kota, seperti taman, stasiun, atau terminal.

Dengan kekuatan anggaran yang cukup besar dibanding daerah lain hingga Rp 80 triliun dalam setahun, Pemerintah DKI Jakarta diyakini akan mampu untuk menyediakan fasilitas ini.

Kini, publik menantikan langkah dari Pemprov DKI Jakarta yang berjanji mengevaluasi jumlah titik layanan jaringan internet gratis di pertengahan tahun agar tepat guna untuk mendukung kebutuhan masyarakat tidak mampu.

JakWifi, harus diakui, seiring berjalannya waktu memang tidak sesuai dengan peruntukan awalnya untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah, namun kini banyak yang menggunakannya untuk kebutuhan hiburan.

Di sisi lain layanan ini juga dibutuhkan untuk mendukung berbagai aspek di masyarakat umum, termasuk perekonomian warga yang akhirnya berpengaruh pada perekonomian daerah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *