Depok – Pantun yang dibacakan seniman Butet Kartaredjasa bernuansa propaganda politik yang mengingatkan pada gaya seniman Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) 1960-an. “Pengalaman Lekra seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi para seniman saat ini agar bisa memisahkan karya seni dengan politik,” kata analis komunikasi politik yang juga dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional, Selamat Ginting.
Butet membacakan pantunnya pada acara Bulan Bung Karno di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu 24 Juni 2023. Seniman yang berafiliasi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyindir dua bakal calon presiden, yakni Anies Baswedan dan Prabowo Subianto. Butet sebut, antara lain, otak pandir dan suka menculik. Sebaliknya memuji bakal capres Ganjar Pranowo dengan sebutan gigih bekerja.
Menurut Ginting, hak setiap warga negara termasuk seniman untuk aktif berpolitik dan masuk ke partai politik. “Namun harus punya kesantunan politik agar pesan karya seninya tetap tersampaikan,” kata dia dalam keterangannya, Kamis, 29 Juni 2023.
Apalagi, Ginting menambahkan, puncak peringatan bulan Bung Karno 2023 mengangkat tema ‘Kepalkan Tangan Persatuan Untuk Indonesia Raya’. Seharusnya, kata Giting lagi, pantun yang disampaikan Butet Kartaredjasa selaras dengan tema acara.
“Bung Karno itu bukan hanya milik PDIP. Sebagai proklamator, otomatis Sukarno milik bangsa Indonesia,” katanya sambil menambahkan, “Jangan kerdilkan Sukarno yang mempersatukan bangsa dengan membuat pantun atau puisi yang justru memecah-belah.”
Ginting menilai, pantun yang dibacakan Butet Kartaredjasa malah bisa merusak citra PDIP di mata partai politik lainnya. Sekaligus merusak komunikasi politik di tahun politik jelang kontestasi pemilihan umum (pemilu).
Ia mengingatkan sejarah politik tentang kehebohan karya seniman Lekra yang membuat Presiden Sukarno harus turun tangan dan melarang perkembangan seniman Lekra di Indonesia. “Bung Karno menghentikan propaganda seniman Lekra yang membuat gaduh usai peristiwa G30S/PKI 1965.”
Menurut Ginting, gaya provokasi dari seniman Lekra menimbulkan kontra dengan para seniman lainnya seperti HB Jassin dan Taufiq Ismail. Mereka menolak provokasi Lekra dan membuat petisi Manifes Kebudayaan yang mengusung konsep kebudayaan humanisme universal dengan merujuk pada Pancasila.