Rocky Gerung
Drs. Rocky Gerung | ||||
---|---|---|---|---|
Lahir | 20 Januari 1959 Manado, Sulawesi Utara | |||
Kebangsaan | Indonesia | |||
Almamater | Universitas Indonesia | |||
Pekerjaan | ||||
Dikenal atas | Filsuf | |||
Informasi YouTube | ||||
Kanal | ||||
Tahun aktif | 2019–sekarang | |||
Genre | Berita | |||
Pelanggan | 1,64 juta[1] (Hingga 2 Agustus 2023) | |||
Total tayang | 261,400,554[1] (Hingga 2 Agustus 2023) | |||
Diperbarui: 2 Agustus 2023 | ||||
Drs. Rocky Gerung[2] (lahir 20 Januari 1959) adalah seorang filsuf, akademisi, dan intelektual publik Indonesia. Ia merupakan salah seorang pendiri Setara Institute dan fellow pada Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D).[3] Ia pernah mengajar selama 15 tahun di Universitas Indonesia.[4] Ia merupakan kakak dari Grevo Gerung yang saat ini menjadi dosen di Universitas Sam Ratulangi.[5]
Kehidupan dan karier
Rocky mulai berkuliah di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1979. Ia pertama kali masuk ke Jurusan Ilmu Hubungan Internasional,[6] yang saat itu tergabung dalam Fakultas Ilmu-ilmu Sosial. Namun, Rocky tidak menyelesaikan kuliahnya di jurusan tersebut. Alih-alih Rocky lulus sebagai Sarjana Sastra dari Jurusan Ilmu Filsafat. Selama berkuliah, Rocky dekat dengan para aktivis berhaluan sosialis seperti Marsillam Simanjuntak dan Hariman Siregar.[7]
Setelah lulus, Rocky kembali ke UI dan mengajar di Departemen Ilmu Filsafat, yang kini tergabung di dalam Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, sebagai dosen tidak tetap hingga awal 2015. Ia berhenti mengajar disebabkan keluarnya UU No. 14 tahun 2005 yang mensyaratkan seorang dosen harus minimal bergelar magister; sedangkan Rocky hanya menyandang gelar sarjana. Ia tercatat mengampu mata-mata kuliah seperti Seminar Teori Keadilan, Filsafat Politik, dan Metode Penelitian Filsafat; ia juga pernah mengajar pada program pascasarjana. Salah satu mahasiswa yang dibimbingnya adalah aktris Dian Sastrowardoyo.[8][9]
Bersama tokoh-tokoh seperti Abdurrahman Wahid dan Azyumardi Azra, Rocky ikut mendirikan Setara Institute, sebuah wadah pemikir di bidang demokrasi dan hak asasi manusia, pada 2005.[10]
Dalam bidang politik, Rocky bersama Sjahrir dan istrinya, Kartini pernah mendirikan Partai Indonesia Baru (PIB) pada 2002. Meski ikut mendirikan, ia tak aktif di kepengurusan partai. Belakangan, Rocky memutuskan keluar dan bergabung dengan Partai Serikat Rakyat Independen (SRI) pada 2011.[11] Ia didapuk sebagai anggota Majelis Pertimbangan Partai SRI.[12][13] Partai tersebut bermaksud mencalonkan Sri Mulyani untuk pemilihan presiden Indonesia 2014. Namun, SRI gagal melewati proses verifikasi administrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sehingga tidak dapat mengikuti Pemilihan Umum 2014.[14]
Rocky juga pernah mengetuai Sekolah Ilmu Sosial (SIS), sebuah sekolah nonformal yang mendidik siswanya untuk memahami realitas sosial secara interdisipliner, di bawah Yayasan Padi dan Kapas yang juga diketuai oleh Sjahrir. Pengajar di SIS ada sepuluh orang, beberapa di antaranya adalah Arief Budiman, Salim Said, dan Rahman Tolleng.[15]
Pemikiran
Sebagai seorang ilmuwan filsafat, salah satu bidang kajian Rocky adalah filsafat feminisme. Ia banyak menulis di Jurnal Perempuan, sebuah terbitan ilmiah yang dikelola oleh Yayasan Jurnal Perempuan dan didirikan oleh Gadis Arivia, koleganya di Universitas Indonesia.[16] Rocky juga seorang pengajar Kajian Filsafat dan Feminisme (Kaffe) yang merupakan salah satu program Jurnal Perempuan.[17] Selain itu, Rocky juga terlibat sebagai penulis di Jurnal Prisma terbitan LP3ES dengan menulis tentang HAM dan tentang Pancasila.[3]
Rocky pernah mendapat kehormatan untuk memberikan pidato kebudayaan akhir tahun rutinan yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta di Taman Ismail Marzuki pada akhir tahun 2010.[18] Saat itu, judul pidato Rocky adalah Memelihara Republik, Mengaktifkan Akal Sehat.[19]
Pemikiran Rocky Gerung mulai diperhatikan publik secara luas sejak ia muncul pertama kali di acara televisi Indonesia Lawyers Club di awal tahun 2017. Saat itu, Rocky Gerung mengkritik pemerintah dengan menyatakan pemerintah sebagai pembuat hoaks terbaik karena memiliki banyak perangkat untuk berbohong.[20][21] Sejak itu pula, Rocky terkenal sebagai salah satu intelektual yang tajam dan keras dalam mengkritik pemerintah sehingga sering diundang untuk menjadi narasumber di acara televisi, universitas, dan lain-lain.
Kontroversi
Pada 10 April 2018, ia sempat melontarkan pernyataan kontroversial di Indonesia Lawyers Club yang menyebutkan bahwa kitab suci itu fiksi.[22]
Ketua Umum Relawan Indonesia Bersatu, Lisman Hasibuan, melaporkan Rocky Gerung ke Polda Metro Jaya atas dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo. Rocky Gerung dilaporkan usai ujaran yang dilontarkannya viral di media sosial, perkataan ini dinilai memiliki tendesi menghasut, kontroversial, dan memicu kegaduhan.[23]
Karya
Buku:
- Fay, Brian; Rocky Gerung; dan Budi Murdono (1991). Teori Sosial dan Praktik Politik. Jakarta: Penerbit Grafiti.
- Saraswati, L. G.; dan Rocky Gerung (2006). Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus. Depok: Filsafat UI Press.
- Gerung, Rocky. “Mengaktifkan Politik.” Demokrasi dan Kekecewaan, Centre for the Study of Islam and Democracy, 2009.
Artikel Jurnal:
- Gerung, R. (2007). “Pluralisme dan Konsekwensinya: Catatan Kaki untuk Filsafat Politik’ Nurcholish Madjid”.” Paper PSIK Universitas Paramadina.
- Gerung, R. (2008). “Feminisme versus Kearifan Lokal.” Jurnal Perempuan 57.
- Gerung, R. (2010). “Representasi, Kedaulatan, dan Etika Publik.” Jentera Jurnal Hukum 20 (5).
- Gerung, R. (2011). “Komunitarianisme versus – Hak Asasi Manusia.[pranala nonaktif permanen]” Jurnal Prisma 1 (2011)
- Gerung, R. (2014). “Feminist Ethics against Stigma of Theocracy-Patriarchy: a Reflection of 2014 Presidential Election.” Jurnal Perempuan 19 (3): 175-182.
- Gerung, R. (2015). “Jalan Ideologi dalam Negara Demokrasi.” Konfrontasi: Jurnal Kultural, Ekonomi Dan Perubahan Sosial, 2(2), 53-56.
- Gerung, R. (2016). “Feminist Pedagogy: A Political Position.” Jurnal Perempuan 21 (3): 265-271.
- Gerung, R. (2018). “Pancasila: Ide Penuntun, Bukan Pengatur. Diarsipkan 2021-03-10 di Wayback Machine.” Jurnal Prisma 2 (2018)
Artikel Majalah: