Indonesia perlu memperkuat regulasi untuk praktik transfer data lintas negara, yang akan dibahas pada forum Digital Economy Working Group (DEWG) G20.
“Penting ada penguatan regulasi dan konsistensi untuk menerapkan prinsip-prinsip perlindungan data tersebut,” kata pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gajah Mada, Treviliana Eka Putri, dalam webinar bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jumat.
Baca juga: Indonesia angkat isu keamanan data di pertemuan G20 tingkat menteri
Regulasi yang dimaksud adalah Undang-Undang (RUU) Pelindungan Data Pribadi (PDP), yang kini masih berupa rancangan undang-undang. Undang-undang diyakini akan memperkuat perlindungan data pribadi di Indonesia.
Perlindungan data pribadi di Indonesia saat ini diatur dalam, antara lain Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Ketika terjadi praktik arus data lintas negara, undang-undang perlindungan data pribadi bisa memberikan kepercayaan terhadap praktik tersebut.
Selain regulasi utama, menurut Treviliana, penting juga untuk menerapkan empat prinsip yang akan ditawarkan Indonesia pada forum DEWG nanti, yaitu sah (lawfulness), transparansi, keadilan (fairness) dan timbal-balik (reciprocity).
Prinsip sah akan memberikan dasar hukum tentang transfer data lintas negara tersebut. Sementara itu, prinsip transparansi akan menjamin subjek data atau pemilik data mendapat informasi bagaimana data mereka diproses.
Pada prinsip keadilan, perlu ada kepastian bahwa aktivitas pertukaran data tidak memberikan dampak negatif terhadap subjek data.
Prinsip timbal-balik akan mengatur supaya praktik transfer data lintas negara ini tidak berat sebelah.
Kepercayaan dalam arus data lintas negara, menurut Treviliana, tidak hanya melalui regulasi, tapi, juga peningkatan kapasitas dan kapabilitas dalam aspek hukum, sumber daya manusia dan keamanan.