KPPU Soroti Potensi Pelanggaran dalam Kenaikan Harga Komoditas Menjelang Ramadan

KPPU Soroti Potensi Pelanggaran dalam Kenaikan Harga Komoditas Menjelang Ramadan

Ilustrasi pasar pabukoan (Antara/HO Pemkot Bukittinggi)

 – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti potensi-potensi pelanggaran persaingan usaha di tengah meningkatnya harga komoditas memasuki Ramadan dan Lebaran 1443 Hijriah. Komisioner KPPU, Dini Melanie, mengatakan lembaganya terus memantau perilaku produsen hingga distributor yang berpeluang membuat pasokan kebutuhan pokok tiris saat harga melambung.

“KPPU mensinyalir inflasi yang terjadi sebagai akibat kenaikan PPN (pajak pertambahan nilai) dan BBM yang berlaku 1 April membuat harga pangan bergejolak dan pasokannya terbatas. Ini perlu diwaspadai karena bisa menjadi sinyal praktik usaha persaingan tidak sehat,” ujar Dini dalam forum jurnalis, Jumat, 1 April 2022.

Menyitir data Kementerian Perdagangan, KPPU mencermati sejumlah harga kebutuhan pokok sudah merangkak naik memasuki awal Ramadan. Harga cabai, misalnya, meningkat signifikan hingga 27 persen. Begitu juga dengan harga minyak goreng yang melonjak 9 persen.

Kenaikan harga turut terjadi pada komoditas daging sapi. Walau peningkatannya tipis sekitar 0,3 persen, perubahan harga membuat situasi pasar bergejolak.

Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Renamanggala mengatakan isu persaingan usaha perlu diwaspadai karena struktur pasar pada komoditas pangan cenderung oligopoli dan monopoli. Struktur oligopoli terjadi untuk komoditas daging sapi, daging ayam, minyak goreng, gandum atau tepung, gula, serta gram.

Sedangkan struktur monopoli terjadi untuk komoditas beras, kedelai, bawang merah, dan cabai. “Komoditas yang memiliki struktur pasar oligolopi dan monopili ini harganya selalu naik menjelang Ramadan,” ucap Mulyawan.

Adapun dari struktur pasar tersebut, ada beberapa isu persaingan usaha yang perlu diantisipasi. Dari sisi produsen, penyelewengan persaingan usaha yang kerap terjadi adalah importir sengaja tidak memaksimalkan izin impor supaya stok sapi tertahan

Kemudian, produsen dan importir mengatur harga. “Karena strukturnya yang oligopoli, pelaku yang dominan bisa memberikan signaling,” tutur Mulyawan.

Selanjutnya dari sisi distributor, mereka bisa melakukan perilaku tidak sehat seperti mengubah kemasan produk. Mulyawan mencontohkan pelanggaran yang terjadi pada distributor minyak goreng.

Para distributor sengaja mengemas ulang minyak curah menjadi minyak kemasan dan menjualnya dengan harga tinggi. Sebab, selisih antara minyak curah dan minyak kemasan mencapai Rp 6.000 per liter. Selain itu, distributor dapat melakukan penjualan dengan model tying atau bundling.

Dengan model penjualan tersebut, masyarakat mau tak mau harus membeli produk yang ia butuhkan dalam bentuk paket. Selanjutnya, distributor pun berpotensi menahan pasokan saat fluktuasi harga terjadi.

Selanjutnya dari sisi pemerintah, celah pelanggaran persaingan usaha bisa terjadi seumpama ada penunjukan pelaku usaha tertentu untuk menjalankan sebuah program. Kemudian, ada regulasi yang menghambat munculnya para baru. Pelanggaran juga dapat terjadi jika pemerintah terlambat mengatasi kelangkaan pasokan serta tidak ada sanksi tegas terhadap pelaku usaha yang tidak menjalankan kebijakan harga eceran tertinggi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *