Merdeka.com – Merdeka.com – Sisa-sisa trauma warga Banyuwangi, Jawa Timur tampaknya masih melekat setiap memasuki pertengahan bulan April di setiap tahunnya. 35 tahun silam tepatnya hari Rabu Pahing, 15 April 1987, telah terjadi tragedi mengerikan yang dilakukan oleh seorang pria paruh baya bernama Wirjo asal Desa Banjarsari, Kecamatan Glagah. Wirjo menebas siapapun yang dijumpai di sepanjang jalan wilayah Kecamatan Glagah.
Diduga kuat, Wirjo mengamuk dan melakukan aksi pembantaian lantaran bertikai dengan sang istri. Wirjo geram dan mencoba membunuh istrinya menggunakan celurit. Namun tak berhasil, istrinya mampu melarikan diri dari cengkramannya.
Sebagai pelampiasan, anak angkatnya Renny juga nyaris mati di tangan Wirjo. Beruntung Renny yang saat itu masih berusia 4 tahun berhasil kabur. Namun teman bermain Renny, yakni Arbaiyah lehernya dipukul Wirjo hingga meregang nyawa.
Sifatnya yang memang terkenal temperamental dan angkuh membuat emosi Wirjo terus menggebu. Wirjo berjalan menyusuri jalan dan membantai warga secara acak menggunakan celurit tajam.
“Saat itu saya sedang berjaga di sebuah acara, sekitar pukul setengah tujuh, tiba-tiba ada teriakan dari sebelah timur Desa Banjarsari, bahwa ada orang ngamuk,” kata Mbah Sukar yang saat itu menjadi hansip di Desa Kemiren yang merupakan desa sebelah Banjarsari, Rabu (13/3).
Kala itu, Mbah Sukar berusia 42 tahun, kapasitasnya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat membuat jiwanya tergugah untuk melindungi warga. Sontak dia meminta seluruh sekolah untuk ditutup sementara dan murid diliburkan. Tak hanya itu, bagi wanita juga tidak boleh keluar rumah dan mengunci rapat-rapat pintu rumah.
Wirjo terus beraksi, dalam beberapa jam dia telah menebas 37 orang, 20 orang di antaranya tewas di tempat, sedangkan korban lainnya masih bisa terselamatkan. Mirisnya, ibunda Sukar bernama Suindah Rasmani juga turut menjadi korban. Perempuan itu dibunuh saat memanen kelapa.
“Ibu saya adalah korban terakhir dari Wirjo, saat itu ditebas menggunakan celurit di bagian leher belakang dan meninggal saat perjalanan menuju rumah sakit,” ujar Sakur.
Melihat orang yang paling dicintainya tewas, Sukar berang lalu mengambil sebilah parang dan lari untuk menantang Wirjo bertarung satu lawan satu. Namun di tengah jalan warga mengadang Sukar, meredam emosinya dan memberitahu jika Wirjo telah mati bunuh diri di sebuah sungai tengah persawahan di hilir sungai siwuran yang terletak di Dusun Concrong.
“Tiba-tiba mendengar kabar kalau Wirjo sudah meninggal gantung diri,” ungkap Mbah Sukri.
Saat ini, tragedi pembantaian yang dilakukan Wirjo, 35 tahun silam telah menjadi cerita seram dan terus melekat dalam rekaman sejarah masyarakat Banyuwangi, khususnya wilayah Kecamatan Glagah. [eko]