Antraks Muncul di Gunungkidul, Sultan HB X Sebut Sapi Mati Dikubur Tetap Dikonsumsi

Petugas Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan memeriksa kesehatan hewan kurban jelang perayaan Hari Raya Idul Adha di tempat penampungan hewan kurban, Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Juli 2021. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan fisik serta pengambilan sampel darah, feses, dan tanah untuk memastikan tidak adanya penyakit antraks dan kelayakan hewan kurban. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Petugas Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan memeriksa kesehatan hewan kurban jelang perayaan Hari Raya Idul Adha di tempat penampungan hewan kurban, Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Juli 2021. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan fisik serta pengambilan sampel darah, feses, dan tanah untuk memastikan tidak adanya penyakit antraks dan kelayakan hewan kurban. 

Yogyakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menuturkan kasus antraks di Kabupaten Gunungkidul menjadi kasus yang nyaris terus berulang tiap tahunnya.

Pekan ini kasus antraks kembali mencuat di Gunungkidul dengan laporan sedikitnya 87 warga positif dan satu di antaranya meninggal dunia. “Kasus ini tidak hanya terjadi sekarang, dua tahun lalu juga terjadi, kalau tidak di Gunungkidul, ya di Kabupaten Sleman,” kata Sultan HB X, Rabu, 5 Juli 2023

Sultan menuturkan temuan kasus kali ini di Gunungkidul pemicunya masih sama, yakni adanya hewan ternak yang diketahui sudah positif dan mati, namun kemudian tetap dikonsumsi warga. Bahkan, ada ternak yang sudah dikuburkan kemudian digali untuk dikonsumsi.

“Warga merasa eman-eman (merasa sayang), sudah tahu ada sapi antraks lalu mati mendadak, tapi tetap di makan bersama, pengalaman di Gunungkidul kan sebelumnya juga begitu,” kata Sultan.

Sultan menambahkan kebiasaan warga mengkonsumsi ternak yang sudah mati ini yang perlu perhatian khusus, karena tindakan tersebut sangat berisiko dan menyebabkan kasus berulang setiap tahun bahkan korban jiwa.

Selain itu, Sultan juga menginstruksikan seluruh pemerintah kabupaten di DI Yogyakarta kembali memperketat pengawasan lalu lintas hewan ternak. “Jangan sampai ada sapi yang sudah terindikasi antraks, dijual murah, lalu dibeli dan dikonsumsi warga,” kata Sultan.

Menurut Sultan kasus antraks yang muncul kali ini tak perlu serta merta disikapi dengan menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). “Belum perlu (KLB) karena penanganan (untuk warga yang terpapar) masih bisa dilakukan dengan pengobatan,” kata dia.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Wibawanti Wulandari mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan bersama Balai Besar Veterinari (BBVet) Wates, terdapat 12 ekor ternak berupa 6 sapi dan 6 kambing milik warga Dusun Jati, Kecamatan Semanu, Gunungkidul, yang terpapar antraks.

“Dari ternak yang terpapar itu, ada tiga ekor yang dikonsumsi warga, ada juga yang sudah dikubur digali lagi untuk dikonsumsi,” kata Wibawanti.

Wibawanti mengakui, kasus ini akan terus berulang jika kebiasaan makan bangkai ternak itu tak dihilangkan. “Sebenarnya kalau kebiasan makan bangkai itu hilang, kasus ini juga tak akan muncul, tapi mungkin karena faktor ekonomi,” kata dia.

Soal lalu lintas ternak, Wibawanti menuturkan, sudah cukup berlapis. Di Gunungkidul setidaknya ada dua pos pemeriksaan yang ditangani pemerintah provinsi dan satu pos oleh pemerintah kabupaten.

“Untuk saat ini dari penelusuran kami sudah tidak ada ternak terpapar, kami sudah memberikan antibiotik serta vaksinasi untuk 77 ekor sapi dan 289 ekor kambing ternak di area Semanu itu,” kata dia.

Laporan awal hewan ternak mati karena sakit di Dusun Jati itu sudah diterima Dinas Peternakan Gunungkidul sebelum Idul Adha, persisnya pertengahan Mei 2023 lalu.Satu warga positif antraks yang meninggal diketahui mengkonsumsi daging sapi sakit itu pada akhir Mei-awal Juni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *