– Manajer Hubungan Kepemerintahan PT Madinah Quarrata’ain Dwi Partoto menjadi saksi di sidang Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, hari ini. Dia menyampaikan Luhut tidak punya saham di perusahaan tersebut.
Dalam sidang perkara pencemaran nama baik Luhut Pandjaitan itu, Dwi mengklarifikasi bahwa ada yang tidak benar dalam video podcast Haris dan Fatia yang berjudul Ada ‘Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi Ops Militer Intan Jaya’. Namun pernyataan kepemilikan saham oleh Luhut di perusahaan itu tidak ada dalam video yang dipersoalkan.
“Ada beberapa informasi yang tidak benar dalam video tersebut, di antaranya adalah bahwa disebutkan Bapak Luhut Binsar Pandjaitan memiliki saham di PT Madinah, itu tidak benar,” katanya saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 19 Juni 2023.
Nama PT Madinah Quarrata’ain juga disebut dalam kajian berjudul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’. Bahan dari kajian itu yang menjadi pembicaraan Haris dan Fatia dalam podcast.
Menurut kajian itu, ada nama purnawiran dan prajurit aktif yang duduk sebagai komisaris atau menjadi salah satu pemegang saham di PT Madinah Quarrata’ain. Kemudian disebut beberapa purnawirawan itu teridentifikasi menjadi bagian dari tim kampanye Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Dwi Partoto juga menegaskan, bahwa pihaknya tidak memiliki wilayah tambang Blok Wabu. “Itu tidak benar, kami tidak pernah memiliki Blok Wabu,” tuturnya.
Dia mengatakan perusahaannya saat itu sedang menjajaki hubungan kerja sama dengan salah satu investor asal Rusia. Setelah adanya video podcast, kerja sama gagal terjalin.
Investor Rusia itu sempat berencana akan membiayai proyek Darewo River Gold Project. “Gara-gara podcast ini akhirnya mereka membatalkan karena mereka tidak mau terlibat dengan adanya keterlibatan Bapak LBP maupun dengan kasus ini,” ujar Dwi.
Bantahan lain yang disampaikan Dwi dalam sidang Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti adalah tidak ada purnawirawan TNI Polri dalam perusahaan itu. Namun ada purnawirawan Polri dalam perjanjian kerja sama dengan perusahaan lain. “Purnawirawan tersebut ditempatkan untuk ikut mengawasi PT Madinah, itu terjadi pada tahun 2015,” kata Dwi.