Inspektur Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM, Elin Herlina mengatakan, pihak yang menjadi penanggung jawab atas keamanan, mutu, dan khasiat obat yang beredar di masyarakat adalah bagian industri farmasi. Hal ini, kata Elin, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami tekankan kembali, di dalam UU tertulis bahwa tanggung jawab industri adalah memberikan jaminan memproduksi dan mengedarkan produk obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat,” kata Elin saat konferensi pers di Gedung Adhyatama, Kemenkes RI, Jumat, 21 Oktober 2022.
Ia menjelaskan, industri farmasi dapat menjamin hal tersebut dengan melakukan pengujian atau analisis terhadap produk obat. Sedangkan BPOM, kata Elin, melakukan pengawasan produk baik yang belum beredar melalui registrasi maupun yang telah beredar melalui sampling dan pengujian.
Lebih lanjut, Elin mengatakan hal ini merupakan bagian dari tanggung jawab dan bukan shifting. “Ini bukan shifting tetapi memang tugasnya”, ujarnya.
Elin mengatakan pihaknya telah mengeluarkan surat per 18 Oktober kepada pimpinan industri farmasi dan apoteker untuk melakukan pengujian terhadap bahan baku obat sirup secara mandiri. Nantinya, hasil uji mandiri itu dilaporkan ke BPOM.
“Kemudian melaporkan kepada kami dan kami berikan batas waktu. Kami nanti akan petakan seperti apa petanya, dan kemungkinan nanti kita akan melakukan juga tindak lanjut dari peta tersebut,” kata Elin.
Lebih lanjut, Elin menanggapi adanya isu perubahan bahan baku pada obat sirup sehingga menimbulkan cemaran etilon glikol atau EG dan dietilen glikol atau DEG. Menurut Elin, bila ada perubahan bahan baku seharusnya ada laporan mengenai hal tersebut kepada BPOM. Hal ini untuk memenuhi persyaratan dan BPOM bisa melakukan penilaian kembali agar mendapat Certificate of Analysis (COA).
“Dari ketentuannya bahwa setiap industri farmasi wajib melaporkan kepada BPOM setiap akan melakukan (perubahan) bahan baku. Jadi perubahan bahan baku diajukan terlebih dahulu,” tuturnya.
Sebagai informasi, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin telah mengunjungi 156 rumah dari 241 pasien dari data terakhir kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal per 21 Oktober. Budi mengatakan setidaknya ada puluhan obat sirup yang sebelumnya dikonsumsi oleh pasien yang saat ini dirawat di RSCM.
Pasien anak yang ada di RSCM, kata Budi, dari hasil tes yang dilakukan di dalam darahnya ditemukan cemaran etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether.
“Ternyata dari anak-anak yang kami tes di RSCM, dari 11 (anak), 7 anak positif memiliki zat kimia berbahaya yaitu etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether,” ujarnya.
Budi menjelaskan, bila senyawa kimia tersebut masuk dalam tubuh, mampu merusak fungsi ginjal karena berubah menejadi kristal-kristal tajam yang merusak ginjal.