Ekonom: Jumlah Cadangan Pangan Seharusnya Dikelola Bapanas
Ia menyoroti pasal 4 ayat 2 yang menyatakan penetapan jumlah CPP dilakukan berdasarkan hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) tingkat menteri atau kepala lembaga. Menurutnya, secara ideal seharusnya jumlah cadangan pangan yang dikelola pemerintah berada di bawah otoritas Badan Pangan Nasional (Bapanas), menimbang hasil rakortas.
“Jadi sifat dari rapat koordinasi hanya sebagai referensi bukan otoritas keputusan,” ujarnya saat dihubungi Tempo pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Karena ia menilai dalam Perpres 125 tahun 2022 kewenangan Bapanas justru melemah. Menurutnya, Bapanas seharusnya sebagai badan super power yang dapat menetapkan jumlah CPP. Bapanas, kata dia, bukan teknis pelaksana melainkan berada pada ranah pengambil kebijakan utama terkait pangan.
Ia mengaku khawatir jika menuruti Perpres 125 tahun 2022, pemerintah menghadapi jalan buntu atau deadlock saat rakortas. Karena, kata dia, ada ego dari tiap kementerian lembaga, terutama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Alhasil, penentuan jumlah CPP maupun penyalurannya dapat terhambat.
“Keputusan soal berapa jumlah CPP harus cepat untuk antisipasi ancaman resesi dan krisis pangan secara global,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Ali Usman menilai stok cadangan beras pemerintah (CBP) kini menipis lantaran Bulog dipaksa menyerap beras tetapi tidak dibarengi dengan ruang penyalurannya atau captive market oleh pemerintah.
Selama ini Bulog diminta menyerap beras di petani atau penggilingan. Sehingga, menurutnya beras Bulog jadi menumpuk di gudang kemudian turun mutu dan mengalami kerugian. “Hal ini merupakan korban kebijakan. Ada faktor kesengajaan melemahkan Bulog atau BUMN pangan ini,” ucapnya.
Ali menilai harapan baru justru muncul ketika Perpres nomor 66 tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional (Bapanas) lantaran memberikan oase kepada Bulog dan BUMN Pangan yang lain. Perpres itu, menurut dia, akan memberikan ruang kepastian jumlah CBP dan penyalurannya oleh Bulog. Khususnya pada pasal 28 Ayat 1 dan 2, Bapanas melalui Bulog dapat mengeksekusi dan akselerasi program penyaluran beras untuk stabilisasi pasokan dan harga.
“Tentu ini atas rekomendasi Kementan dan Kemendag dan tanpa Rakortas (Rapat Koordinasi Terbatas),” kata Ali.
Ia pun khawatir Perpres Nomor 125 tahun 2022 akan semakin mengekang kewenangan Bulog maupun BUMN pangan. “Perlu diperingatkan. Jangan sampai Perpres ini memasung kedua kalinya peran Bulog dan BUMN Pangan, yakni di paksa menyerap CPP tetapi tidak diberikan kewenangan penyaluran,” tuturnya.
Agar hal tersebut tidak kembali terjadi, ia menyarankan pemerintah menyalurkan beras melalui program strategis nasional yakni bansos melalui rastra atau raskin untuk dihidupkan kembali. “Atau dapat menggunakan istilah baru seperti Beras untuk Rakyat,” kata Ali.