Game Harry Potter “Hogwarts Legacy” Banjir Kontroversi

Game terbaru waralaba Harry Potter, Hogwarts Legacy, banjir kontroversi terkait J.K Rowling yang dituduh transfobia. Seruan boikot bermunculan, developer game pun jaga jarak.

 

Harry Potter Game: Hogwarts Legacy

Para pemain game online atau gamer, apalagi para penggemar Wizarding World Harry Potter, telah lama menantikan peluncuran game role-playing Hogwarts Legacy.

Dengan latar belakang di akhir era 1800-an, game ini berjanji memberikan pengalaman virtual asyik bagi para pemain. Mereka seolah langsung hadir di sekolah sihir itu, termasuk menaiki sapu terbang, mencampur ramuan ajaib hingga merapal mantra. Game ini adalah item spin-off terbaru dalam waralaba Harry Potter karya J. K. Rowling.

Warisan kontroversial pencipta Harry Potter

Namun, perilisan game ini segera diwarnai kontroversi, terutama karena hubungannya secara tidak langsung dengan J. K. Rowling. Sang penulis Harry Potter ini dalam beberapa tahun terakhir sering masuk laman berita utama karena sikapnya yang menentang aktivis hak-hak transgender.

Bermula pada tahun 2018 saat Rowling memberikan like di sebuah cuitan di Twitter yang mengatakan, bahwa transpuan tak lebih dari “laki-laki yang memakai gaun”. Insiden ini diredam oleh timnya dengan mengatakan, ini adalah “momen paruh baya” dan dia secara tidak sengaja mengeklik sesuatu.

Namun, kemudian publik tahu bahwa ini bukanlah satu-satunya insiden. Penulis yang kini super sejahtera berkat buku-bukunya itu, tidak sungkan mengungkapkan pendiriannya yang bersikap menentang kaum trans. Rowling juga mengungkapkan hal ini lewat cuitannya di Twitter, posting di blog, dan novel karyanya selain Harry Potter.

Sebelumnya, Rowling cukup lama dipuji karena kegiatan filantropinya. Namun, ia juga diketahui mendanai sebuah organisasi kegiatan perempuan yang secara khusus melarang transpuan.

Muncul seruan boikot

Baru-baru ini, penulis itu juga mencela Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon karena mendukung undang-undang identifikasi diri yang akan memudahkan warga transgender untuk mengubah penanda gender mereka.

Dengan latar demikian, tidak heran muncul seruan untuk memboikot Hogwarts Legacy, yang kini menjadi perdebatan hangat di internet.

Rowling juga sempat menyebut salah satu pendukung boikot, yakni seorang gamer trans bernama Jessie Earl, sebagai pendukung aliran purethink atau pemikiran murni. (Berdasarkan pencarian di internet, DW tidak menemukan definisi istilah “pemikiran murni”, Rowling mungkin mengacu kepada ideologi intoleran yang tidak mengizinkan adanya pendapat lain.) Selain itu, Rowling juga menyamakan aksi boikot dengan aksi membakar buku dan perpustakaan.

Perdebatan kemudian berkembang menjadi begitu panas, sampai-sampai salah satu forum game melarang diskusi apa pun tentang game tersebut.

Akan efektifkah boikot Hogwats Legacy?

Namun, sejumlah gamer, termasuk gamer trans, banyak yang mempertanyakan efektifitas boikot semacam itu. Gamer lainnya mengatakan, mereka akan mencoba membeli game bekas, atau bahkan mendapatkan salinan game bajakan. Yang lainnya berargumen agar orang-orang memisahkan pencipta dari ciptaan mereka. Banyak juga yang mengatakan pentingnya Wizarding World Harry Potter bagi masa kanak-kanak begitu banyak orang.

Ajan tetapi, dapatkah pandangan publik tentang pencipta Harry Potter ini dipisahkan sepenuhnya dari apa yang benar-benar terjadi di dunia nyata terhadap kelompok yang terpinggirkan?

Di Amerika Serikat, legislator di beberapa negara bagian telah merancang lebih banyak undang-undang yang ditujukan untuk membatasi hak-hak kaum transgender. Dan sentimen antitrans di Inggris telah menyebabkan keretakan politik antara Skotlandia dan Inggris. Kaum trans, terutama transpuan kulit berwarna, terus menjadi sasaran kekerasan yang sering kali hingga menimbulkan korban jiwa.

Pengembang game menjauhkan diri dari penulis

Pengembang atau developer game, Portkey Games, secara hati-hati mengungkapkan, meskipun Hogwarts Legacy adalah game berlisensi resmi, J. K. Rowling sendiri tidak terlibat dalam pengembangan cerita dalam game ini. Namun tetap saja, Rowling  akan menerima uang dari melisensikan kekayaan intelektualnya kepada para pengembang.

Tampaknya, Portkey juga semakin menjauhkan diri dari Rowling dengan menambahkan, karakter Sirona Ryan, yakni transgender pertama dalam waralaba tersebut. Game ini juga memungkinkan pemain membuat karakter transgender dengan opsi penyesuaian.

Tuduhan antisemitisme

Bukan hanya sikap kontroversial Rowling terhadap kaum transgender yang memicu kritik terhadap game tersebut. Buku dan film Harry Potter juga dituduh telah ikut mengabadikan stereotip antisemit lewat karakter Goblin, yang digambarkan sebagai kelompok rahasia para bankir berhidung bengkok. Selama berabad-abad, propaganda antisemit menggambarkan orang Yahudi dalam karikatur sebagai karakter berhidung bengkok dan serakah.

Salah satu tugas yang harus diselesaikan dalam game ini, adalah melawan tokoh-tokoh tersebut, yang digambarkan akan melakukan “pemberontakan Goblin” sebagai protes atas dibatasinya hak-hak mereka, termasuk larangan menggunakan keterampilan magis.

Portkey sendiri mendapat kecaman selama proses pembuatan game ini. Produser senior Troy Leavitt juga dikritik gara-gara kanal YouTube-nya menampilkan video antifeminis dan misoginis. Leavitt diketahui telah mengundurkan diri. Hal-hal tersebut dapat menjadi pemicu beberapa gamer memilih untuk tidak membeli Hogwarts Legacy.

Namun rupanya upaya boikot tersebut tidak begitu membuahkan hasil. Bahkan menjelang peluncurannya, Hogwarts Legacy sudah menjadi game terlaris di beberapa platform.

Wizarding World Harry Potter tetap mendulang sukses. Banyak orang yang tumbuh dengannya, tetap terhubung secara emosional, bahkan jika mereka juga termasuk dalam kelompok terpinggirkan dan dirugikan akibat pandangan antitransgender.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *