Pemerintah Israel membuka kembali akses perbatasan ke Jalur Gaza setelah gencatan senjata yang ditengahi Mesir dengan kelompok Jihad Islam mengakhiri eskalasi pertempuran paling berdarah dalam setahun.
Pembukaan akses perbatasan pada awal pekan ini memungkinkan truk bahan bakar memasok satu-satunya pembangkit listrik di Gaza dan meningkatkan ketersediaan listrik, yang sebelumnya turun jadi hanya delapan jam sehari.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, setidaknya 44 orang, 15 di antaranya anak-anak, tewas dalam aksi kekerasan selama 56 jam, yang dimulai ketika serangan udara Israel menghantam seorang komandan senior Jihad Islam.
Pemerintah Israel menyebut tindakannya sebagai serangan pre-emptive (mendahului) terhadap serangan yang direncanakan oleh kelompok yang didukung Iran tersebut.
Menurut laporan pejabat setempat, ratusan orang terluka dan beberapa rumah hancur di Jalur Gaza.
Kelompok Jihad Islam menembakkan lebih dari 1.000 roket ke Israel, menyebabkan penduduk di daerah selatan dan kota-kota besar termasuk Tel Aviv melarikan diri ke tempat perlidungan.
“Gencatan senjata ini rapuh. Dimulainya kembali permusuhan hanya akan membawa konsekuensi yang menghancurkan bagi Palestina dan Israel,” kata utusan PBB untuk Timur Tengah Tor Wennesland kepada Dewan Keamanan PBB, hari Senin.
Setelah pertempuran berakhir, kedua belah pihak saling menyampaikan pesan kemenangan.
“Semua tujuan kami tercapai. Seluruh komando militer senior Jihad Islam di Gaza berhasil dilenyapkan dalam tiga hari,” kata Perdana Menteri Israel, Yair Lapid, dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi.
Sebaliknya, dalam konferensi pers yang disiarkan di stasiun pro-Iran Al Mayadeen setelah gencatan senjata Minggu malam, pemimpin Jihad Islam Ziad al-Nakhala menyatakan: “Ini adalah kemenangan.”
Israel, bagaimana pun, melihatnya sebagai kemunduran signifikan bagi kemampuan Jihad Islam.
“Tidak diragukan lagi Jihad Islam mendapat pukulan serius yang membutuhkan waktu untuk pulih,” kata seorang pejabat militer Israel, menunjuk pada hilangnya dua komandan senior, yang katanya akan sangat mengganggu kemampuannya untuk merencanakan dan melaksanakan operasi. .
“Kami tidak memusnahkan Jihad Islam dan itu juga bukan tujuan kami,” katanya.
Selain dua orang komandan, para pejabat Israel mengatakan sekitar 20 pejuang kelompok itu tewas dalam serangan dan sejumlah besar senjata anti-tank serta fasilitas produksi dan penyimpanan roket dihancurkan.
“Saya pikir mereka terkejut dengan kemampuan kami dan dengan tingkat kecerdasan dan kemampuan operasional kami,” kata seorang pejabat senior diplomatik Israel kepada wartawan.
Seorang juru bicara Jihad Islam di Gaza mengatakan kelompok itu mungkin telah kehilangan kepemimpinan dan kekuatan tempurnya, tapi mereka mampu memaksakan kondisi pada Israel dan mempertahankan persatuan dan kohesi.
“Musuh menjadikan penghancuran kelompok Jihad Islam sebagai tujuan pertempurannya, tapi tujuan khayalan seperti itu gagal,” katanya.
“Kami memiliki elemen manusia, keajaiban manusia yang dapat memperbaiki kemampuan, terlepas dari betapa rendahnya mereka,” tambahnya.
Sadar akan bahaya meningkatnya konflik, Israel berhati-hati untuk fokus pada target Jihad Islam untuk menghindari keterlibatan Hamas, kelompok militan yang jauh lebih besar dan lebih kuat yang menguasai Gaza, ke dalam pertempuran.
Hamas telah berperang empat kali melawan Israel sejak menguasai Gaza dari kelompok saingannya Fatah pada tahun 2007.
Mereka menggunakan Gaza sebagai pangkalan untuk meluncurkan serangan roket ke kota-kota Israel.
Ratusan warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel di Gaza.
Israel mengklaim perlu melakukan serangan untuk membela diri.
Lebih dari setahun setelah perang 11 hari pada Mei 2021 yang menewaskan 250 warga Gaza dan menghancurkan ekonomi Gaza, Hamas menawarkan beberapa dukungan verbal kepada sekutunya yang lebih kecil tapi tidak mengambil tindakan saat Israel melancarkan serangan udaranya.
Korban manusia di Gaza, sebuah jalur pantai sempit di mana sekitar 2,3 juta orang tinggal, tetap saja berat.
“Perang, perang, terjadi setiap dua tahun,” ujar Jihad Meqdad, 44 tahun, seorang nelayan setempat.
“Ini tidak manusiawi, tidak ada moralitas dalam hal ini,” katanya.
Di pihak Israel sejauh ini tidak ada korban serius, sebagian besar berkat sistem pertahanan udara Iron Dome, yang menurut para pejabat memiliki tingkat keberhasilan sekitar 96 persen dalam mencegat roket dari Gaza.