Rencana koalisi Partai Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk Pemilu 2024 tampaknya menemui jalan buntu. Ketiga partai tak juga mengucap kata sepakat meski penjajakan telah berlangsung cukup lama dalam beberapa bulan terakhir. Sedianya, pada awal Oktober 2022 Nasdem telah mengumumkan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) yang akan mereka usung. Sementara, calon wakil presiden (cawapres) Anies masih jadi tanda tanya.
Disinyalir, alotnya rencana koalisi Nasdem-Demokrat-PKS karena ketiga partai tak kunjung bermufakat soal nama cawapres. Nasdem bersikukuh ingin cawapres dari unsur nonpartai koalisi, sedangkan Demokrat dan PKS ngotot kadernya yang jadi calon RI-2. Di luar koalisi Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali baru-baru ini mengatakan, sosok cawapres pendamping Anies baiknya berasal dari luar bakal koalisi Nasdem-Demokrat-PKS. Namun demikian, ia menegaskan bahwa Nasdem tetap menghormati mekanisme di internal Demokrat dan PKS.
“Partai Nasdem juga memiliki pandangan bahwa sebaiknya kita ambil (cawapres) dari luar partai koalisi,” kata Ali saat dihubungi, Selasa (18/10/2022).
Menurut Ali, jika partai mendorong tokoh internal untuk menjadi cawapres, ini berisiko merugikan koalisi yang dibangun. “Kalau kemudian, tiga partai, calon wapres satu. Umpamanya partai A, partai B bagaimana Enggak dapat apa-apa kan?” ujarnya. Oleh karenanya, lanjut Ali, Nasdem tak ingin hak politik mengusung capres maupun cawapres hanya terpaku pada kader masing-masing partai. Menurut dia, Nasdem, Demokrat, dan PKS perlu melihat sosok lain di luar partai yang berpotensi diusung sebagai calon pemimpin. “Artinya apa, kita ingin mengatakan, tidak selamanya kader partai politik seperti dikatakan ketua-ketua umum partai yang berhak maju sebagai presiden itu harus dari politik kan,” kata Ali
“Padahal di sisi lain banyak ada profesi di masyarakat di luar partai politik yang tidak kalah hebat integritas diri mereka,” tuturnya. Tak sejalan Usulan Nasdem ini tampaknya tak sejalan dengan Demokrat dan PKS. Demokrat misalnya, sejak lama gigih mendorong ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menjadi cawapres. Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengeklaim Anies-AHY paling diharapkan oleh masyarakat. Dia juga menyebut, kedua tokoh punya elektabilitas besar untuk maju pada Pilpres 2024.
“Hasil berbagai lembaga survei dan jajak pendapat yang dilakukan oleh berbagai pihak, bahwa pasangan Anies-AHY memiliki elektabilitas tertinggi dan paling diharapkan oleh masyarakat untuk aspirasi perubahan dan perbaikan,” kata Kamhar kepada Kompas.com, Minggu (23/10/2022).
Menurut Kamhar, Anies yang memiliki pengalaman sebagai kepala daerah dan dari unsur nonparpol idealnya didampingi oleh cawapres yang punya latar belakang berbeda. AHY dinilai memenuhi kriteria itu, karena berasal dari partai politik dengan latar belakang mantan militer. “Mas Ketum AHY memenuhi seluruh kriteria yang telah dipresentasikan dengan kredit poin tertinggi,” tuturnya. Sementara, PKS terang-terangan menyatakan tak sependapat dengan Nasdem soal cawapres dari luar partai koalisi. Juru Bicara PKS Muhammad Kholid menilai, itu tak adil untuk parpol yang punya kader berkualitas.
“Karena tidak adil buat parpol yang punya kader yang bagus, yang berkualitas, tiba-tiba disyaratkan enggak boleh maju sebagai cawapres. Enggak adil dong,” katanya saat ditemui di Hotel Amaris, Jakarta Pusat, Minggu (23/10/2022).
Kholid menyinggung nama Wakil Ketua Majelis Syura PKS yang juga mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Menurut Kholid, partainya akan mengusulkan nama Ahmad Heryawan untuk disimulasikan sebagai cawapres yang disandingkan dengan usulan dari Demokrat dan Nasdem. “Nanti kita simulasikan mana yang paling bagus kapasitas untuk menangnya, kapasitas untuk mengelola pemerintahannya, kapasitas untuk menyatukan tim ini sebagai suatu kesatuan yang solid, menyatukan bangsa Indonesia biar enggak ada polarisasi,” ujar dia.
Meski tak mudah, rencana koalisi Nasdem-Demokrat-PKS masih terus diupayakan. Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, partainya bersama Demokrat dan PKS membentuk tim kecil untuk mematangkan rencana koalisi. Dalam pertemuan tim kecil tersebut beberapa waktu lalu, ada sejumlah hal penting yang dibahas, termasuk soal nama cawapres. “Ada beberapa hal penting yang dibahas dalam pertemuan tersebut, seperti kriteria pasangan bakal calon wakil presiden yang cocok mendampingin Anies Rasyid Baswedan,” kata Willy dilansir dari siaran pers Nasdem, Jumat (21/10/2022).
Namun, tampaknya, sulitnya koalisi ini tak menjadi beban besar buat Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Paloh mengaku, tak jadi masalah jika partainya gagal mengusung Anies Baswedan sebagai capres karena tidak terjadi koalisi antara Nasdem dengan parpol lain. Dia mengatakan, Nasdem tidak terbebani dengan rencana koalisinya bersama Demokrat dan PKS. “Ya apa boleh buat, enggak ada masalah. Kita enggak ada beban yang tinggi sekali. Enggak ada beban,” kata Paloh di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (22/10/2022)”Jangan dipikir ini hidup matinya (Nasdem). Tapi, hak-hak konstitusional jangan dikurangi satu sama lain kan itu yang kita mau,” tuturnya.
Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi menilai, sulitnya mewujudkan koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS tidak lain karena masing-masing partai berkeras hati dengan ego mereka. Demokrat ngotot ingin AHY jadi cawapres, sedangkan PKS tak mau mengalah mengajukan nama Ahmad Heryawan. Sementara, Nasdem kukuh pada pendiriannya untuk mengusung cawapres di luar ketiga partai.
Jika cawapres diambil dari salah satu kader Demokrat atau PKS, kata Ari, justru rencana koalisi ketiga parpol bisa bubar karena munculnya kecemburuan salah satu partai. “Jika tidak ada titik temu maka ada baiknya ditempuh dengan cara win-win solution yaitu mencari ‘pasangan pengantin’ bagi Anies di luar cawapres yang diusulkan Demokrat maupun PKS,” kata Ari kepada Kompas.com, Senin (24/10/2022). Menurut Ari, Nasdem harus menekan keinginan PKS dan Demokrat karena hanya nama Anies yang menjual. Sementara, cawapres yang diusulkan Demokrat maupun PKS tak seberapa elektabilitas dan popularitasnya.
Surya Paloh mesti lebih tegas menentukan cawapres dari luar koalisi untuk menutupi kelemahan Anies yang selama ini dilabeli sebagai sosok antitoleransi dan antitesis Jokowi. Di sisi lain, Demokrat dan PKS juga harus menyadari bahwa potensi kemenangan bisa diraih jika masing-masing partai mengesampingkan ego. “Pilihannya adalah mau menang atau mereka siap ‘berpuasa’ lagi untuk lima tahun ke depan pasca-Jokowi mandeg pandito (lengser),” ujar Ari. Ari menambahkan, pertarungan Pilpres 2024 demikian ketatnya. Jika ingin menang, Anies harus disandingkan dengan sosok cawapres yang mampu memberikan sumbangsih besar.
ensi Ganjar Pranowo andaikan jadi direkomendasi PDI-P dan Prabowo Subianto dengan pasangannya masing-masing tidak cukup dihadapi Anies dengan cawapres yang memberikan kontribusi suara yang minimal,” kata dosen Universitas Indonesia itu.