Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh melakukan kajian terkait dengan pengelolaan hutan Aceh dengan tetap menjaga biodiversiti dan keutuhan tutupan hutan di “Tanah Rencong” –sebutan untuk Aceh– itu.
“Sesuai target waktu memang November ini bisa selesai kajiannya, awal Desember akan kita bahas lebih lanjut dengan stakeholder (pemangku kepentingan) di Jakarta,” kata Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan Kementerian LHK Istanto di Banda Aceh, Rabu.
Ia menjelaskan kajian pengelolaan hutan Aceh oleh tim pakar dari USK tersebut merupakan tindak lanjut dari kunjungan Menteri LHK Siti Nurbaya ke Aceh, beberapa waktu lalu.
Secara garis besar, kata dia, hutan di Aceh cukup luas dan tutupan hutan mencapai 23 persen. Apalagi hutan Aceh juga memiliki spesies kunci seperti harimau sumatera, badak sumatera, gajah sumatera dan orang utan sumatera.
“Aceh ini kekayaan hutannya, kekayaan sumber daya alamnya biodiversitinya sangat tinggi, sehingga perlu kita selamatkan bersama,” kata Istanto.
Baca juga: Pemangku kepentingan berkolaborasi tingkatkan konservasi hutan di Aceh
Wali Nanggroe Aceh saat bertemu Menteri LHK, menurut dia, juga meminta agar pengelolaan hutan Aceh bisa lebih baik dan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat provinsi paling barat Indonesia itu.
Apalagi, perubahan iklim yang terjadi saat ini karena adanya emisi karbon yang disebabkan pembangunan industri, transportasi, dan lain-lain, sehingga keberadaan hutan penting untuk penyerapan karbon.
Oleh sebab itu, lanjut dia, sebelum disusun rencana pengelolaan ke depan, maka perlu terlebih dahulu dilakukan kajian secara ilmiah sebagai dasar.
“Aceh ini juga peranan di luar Sumatra cukup besar, karena 23 persen tutupan hutan Aceh ini, nilainya bisa sangat besar, tergantung dari karbonnya itu sendiri. Maka mekanisme nanti seperti apa, ini sedang kita kaji bersama pakar dari USK,” katanya.