Kota Bogor
Kota Bogor | |
---|---|
Transkripsi bahasa daerah | |
• Aksara Sunda | ᮘᮧᮌᮧᮁ |
• Bahasa Belanda | Buitenzorg |
Julukan: Kota Hujan | |
Motto: Di nu kiwari ngancik nu bihari, seja ayeuna sampeureun jaga (Sunda) Segala hal di masa kini adalah pusaka masa silam, dan ikhtiar hari ini adalah untuk masa depan[1] | |
Koordinat: 6.5978028°S 106.7992633°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Barat |
Tanggal berdiri | 3 Juni 1482 |
Hari jadi | 3 Juni |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar |
Pemerintahan | |
• Wali Kota | Bima Arya Sugiarto |
• Wakil Wali Kota | Dedie A. Rachim |
• Sekretaris Daerah | Syarifah Sofiah |
Luas | |
• Total | 118,50 km2 (45,75 sq mi) |
• Luas daratan | 116,13 km2 (44,84 sq mi) |
• Luas perairan | 2,37 km2 (0,92 sq mi) |
Peringkat | 61 |
Populasi (2023)[2] | |
• Total | 1.126.928 |
• Peringkat | 18 |
• Kepadatan | 9.278/km2 (24,030/sq mi) |
Demografi | |
• Agama | Islam 93,21% Kristen 5,90% — Protestan 3,88% — Katolik 2,02% Buddha 0,73% Hindu 0,10% Konghucu 0,04% Lainnya 0,02%[2] |
• Bahasa | Sunda (Bogor) Indonesia |
• IPM | 76,59 (2021) Tinggi[3] |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode pos | |
Kode area telepon | 0251 |
Pelat kendaraan | F xxxx A**/B*/C*/D*/E* |
Kode Kemendagri | 32.71 |
Kode SNI 7657-2010 | BGR |
DAU | Rp 850.811.547.000,00 (2020)[4] |
Situs web | www |
Kota Bogor (Sunda: ᮘᮧᮌᮧᮁ, bahasa Belanda: Buitenzorg) adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak 59 km di sebelah selatan Jakarta, dan merupakan enklave Kabupaten Bogor. Pada pertengahan tahun 2022, jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 1.099.422 jiwa, dengan kepadatan 9.278 jiwa/km².[2]
Kota Bogor dikenal dengan julukan Kota Hujan, karena memiliki curah hujan yang lumayan sangat tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan. Pada masa Kolonial Belanda, Kota Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg yang berarti tanpa kecemasan atau aman tentram.
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Kerajaan Tarumanegara[sunting | sunting sumber]
Pada awal abad ke-5 Masehi, Kota Bogor merupakan pusat Kerajaan Tarumanagara dengan raja yang bernama Purnawarman.[5] Beberapa kerajaan lainnya lalu memilih untuk bermukim di tempat yang sama dikarenakan daerah pegunungannya yang secara alamiah membuat lokasi ini mudah untuk bertahan terhadap ancaman serangan, dan di saat yang sama adalah daerah yang subur serta memiliki akses yang mudah pada sentra-sentra perdagangan saat itu.[butuh rujukan]
Kerajaan Sunda[sunting | sunting sumber]
Di antara prasasti-prasasti yang ditemukan di Kota Bogor tentang kerajaan silam, salah satu prasasti tahun 1533 menceritakan kekuasaan Prabu Surawisesa dari Kerajaan Sunda.
Kerajaan Sunda yang memiliki ibukota di Pajajaran diyakini terletak di Kota Bogor, dan menjadi pusat pemerintahan Prabu Siliwangi yang dinobatkan pada 3 Juni 1482. Hari penobatannya ini diresmikan sebagai Hari Jadi Kota Bogor dan Kabupaten Bogor pada tahun 1973 dan diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.
Zaman Kolonial Belanda[sunting | sunting sumber]
Setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai Kota Pakuan hilang, dan baru ditemukan kembali oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeeck pada tahun 1687. Mereka melakukan penelitian atas Prasasti Batutulis dan beberapa situs lainnya, dan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di Kota Bogor.[butuh rujukan]
Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff membangun Istana Bogor seiring dengan pembangunan Jalan Raya Daendels yang menghubungkan Jakarta dengan Bogor. Bogor direncanakan sebagai sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal. Dengan pembangunan-pembangunan ini, wilayah Bogor pun mulai berkembang.
Setahun kemudian, van Imhoff menggabungkan 9 distrik (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga, dan Kampung Baru) ke dalam satu pemerintahan yang disebut Regentschap Kampung Baru Buitenzorg.
Di kawasan itu van Imhoff kemudian membangun sebuah Istana Gubernur Jenderal. Dalam perkembangan berikutnya, nama Buitenzorg dipakai untuk menunjuk wilayah Puncak, Telaga Warna, Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak, dan puncak Gunung Gede.
Pada masa pendudukan Inggris, yang menjadi Gubernur Jendralnya adalah Thomas Stamford Raffles, beliau cukup berjasa dalam mengembangkan Kota Bogor, dimana Istana Bogor direnovasi dan sebagian tanahnya dijadikan Kebun Raya (Botanical Garden), beliau juga mempekerjakan seorang arsitek yang bernama Carsens yang menata Bogor sebagai tempat peristirahatan yang dikenal dengan Buitenzorg.
Pada tahun 1903, terbit Undang-undang Desentralisasi yang bertujuan menghapus sistem pemerintahan tradisional diganti dengan sistem administrasi pemerintahan modern sebagai realisasinya dibentuk Staadsgemeente diantaranya adalah.
1. Gemeente Batavia (S. 1903 No.204)
2. Gemeente Meester Cornelis (S. 1905 No.206)
3. Gemeente Buitenzorg (S. 1905 No.208)
4. Gemeente Bandoeng (S. 1906 No.121)
5. Gemeente Cirebon (S. 1905 No.122)
6. Gemeente Soekabumi (S. 1914 No.310)
(Regerings-Almanak Voor Nederlandsch Indie 1928 : 746-748)
Pembentukan Gemeente tersebut bukan untuk kepentingan penduduk Pribumi tetapi untuk kepentingan orang-orang Belanda dan masyarakat Golongan Eropa dan yang dipersamakan (yang menjadi Burgermeester atau Wali kota dari Staatsgemeente Buitenzoorg selalu orang-orang Belanda dan baru tahun 1940 diduduki oleh orang Bumiputra yaitu Mr. Soebroto).
Pada tahun 1922 sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap peran desentralisasi yang ada, maka terbentuklah Bestuursher Voorings Ordonantie atau Undang-undang perubahan tata Pemerintahan Negeri Hindia Belanda (Staatsblad 1922 No. 216), sehinga pada tahun 1922 terbentuklah Regentschaps Ordonantie (Ordonantie Kabupaten) yang membuat ketentuan-ketentuan daerah Otonomi Kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79).
Provinsi Jawa Barat dibentuk pada tahun 1925 (Staatsblad 1924 No. 378 bij Propince West Java) yang terdiri dari 5 Keresidenan, 18 Kabupaten (Regentscape) dan Kotapraja (Staads Gemeente), dimana Buitenzorg (Bogor) salah satu Staads Gemeente di Provinsi Jawa Barat di bentuk berdasarkan (Staatsblad 1905 No. 208 jo. Staatsblad 1926 No. 368), dengan prinsip Desentralisasi Modern, dimana kedudukan Burgermeester menjadi jelas.
Pada masa pendudukan Jepang kedudukan pemerintahan di Kota Bogor menjadi lemah karena pemerintahan dipusatkan pada tingkat keresidenan yang berkedudukan di Kota Bogor, pada masa ini nama-nama lembaga pemerintahan berubah namanya yaitu: Keresidenan menjadi Syoeoe, Kabupaten/Regenschaps menjadi Ken, Kota/Staads Gemeente menjadi Si, Kewedanaan menjadi/Distrik menjadi Gun, Kecamatan/Under Districk menjadi Soe dan desa menjadi Koe.
Setelah kemerdekaan[sunting | sunting sumber]
Pada masa setelah kemerdekaan, yaitu setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, terjadi upaya pemisahan secara lebih tegas antara pemerintahan kota dengan kabupaten di Bogor, terlebih setelah peleburan Kawedanan Mandiri Jonggol pada 1950 (kemudian dibubarkan total pada tahun 1963 berdasarkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 1963)[6] menjadi otonomi dibawah kabupaten, membuat nomenklatur Kota Bogor berubah namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarakan Udang-undang Nomor 16 Tahun 1950.[7]
Selanjutnya pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1957, kemudian dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 1995,[8] terjadi pemekaran wilayah Kotamadya Bogor yang menyebabkan perubahan batas-batas wilayah antara Kabupaten dan Kotamadya, beberapa desa dari kecamatan sekitar yang menjadi bagian Kotamadya Bogor adalah
- Kecamatan Ciomas (masih berdiri hingga kini), dari 25 desa yang ada terdapat 6 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:[9]
- Desa Cikaret
- Desa Pasir Jaya
- Desa Pasir Kuda
- Desa Pasir Mulya
- Desa Gunung Batu
- Desa Loji
- Kecamatan Dramaga (masih berdiri hingga kini), dari 15 desa yang ada terdapat 5 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:
- Desa Sindang Barang
- Desa Bubulak
- Desa Margajaya
- Desa Balumbang Jaya
- Desa Situ Gede
- Kecamatan Semplak (dihilangkan status kecamatannya, sebagian wilayah menjadi bagian Kec. Bogor Barat, Tanah Sareal, Kemang, dan Sukaraja), dari 21 desa yang ada terdapat 10 desa masuk wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:[10][11]
- Desa Cilendek Barat
- Desa Cilendek Timur
- Desa Curug
- Desa Curug Mekar
- Desa Semplak
- Desa Kayu Manis
- Desa Mekar Wangi
- Desa Kencana
- Desa Sukadamai
- Desa Sukaresmi
- Kecamatan Kedung Halang (dihilangkan status kecamatannya, sebagian wilayah menjadi bagian Kec. Bogor Utara, Bogor Timur, Tanah Sareal, dan Sukaraja), dari 19 desa yang ada terdapat 8 desa masuk wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:[12]
- Desa Katulampa
- Desa Cimahpar
- Desa Tanah Baru
- Desa Ciluar
- Desa Ciparigi
- Desa Kedung Halang
- Desa Kedung Badak
- Desa Kedung Waringin
- Kecamatan Ciawi (masih berdiri hingga kini), dari 24 desa yang ada terdapat 11 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:[13]
- Desa Cipaku
- Desa Pakuan
- Desa Tajur
- Desa Sindangrasa
- Desa Sindangsari
- Desa Muarasari
- Desa Harjasari
- Desa Bojongkerta
- Desa Rancamaya
- Desa Kertamaya
- Desa Genteng
- Kecamatan Cijeruk (masih berdiri hingga kini), dari 21 desa yang ada terdapat 3 desa masuk ke wilayah Kotamadya Bogor (1995), antara lain:
- Desa Mulyaharja
- Desa Ranggamekar
- Desa Pamoyanan
Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor diubah menjadi Kota Bogor.[14] Hal ini juga berlaku pada seluruh wilayah lainnya yang ada di Indonesia.
Geografis[sunting | sunting sumber]
Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT–106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 km.
Batas Wilayah[sunting | sunting sumber]
Utara | Kecamatan Kemang (Kabupaten Bogor) dan Kecamatan Bojong Gede (Kabupaten Bogor) |
Timur | Kecamatan Sukaraja (Kabupaten Bogor) dan Kecamatan Ciawi (Kabupaten Bogor) |
Selatan | Kecamatan Cijeruk (Kabupaten Bogor), Kecamatan Caringin (Kabupaten Bogor) dan Kecamatan Tamansari (Kabupaten Bogor) |
Barat | Kecamatan Dramaga (Kabupaten Bogor) dan Kecamatan Ciomas (Kabupaten Bogor) |
Iklim[sunting | sunting sumber]
Seperti wilayah lain di Indonesia, Bogor memiliki iklim tropis dengan tipe Hutan Hujan Tropis. Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 26 °C dengan suhu terendah 21,8 °C dan suhu tertinggi 30,4 °C.
Kelembaban udara ≥70%, curah hujan rata-rata setiap tahun di Kota Bogor sangatlah tinggi, yaitu sekitar 3.500–4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Januari, karenanya Kota Bogor dijuluki sebagai “Kota Hujan”.[15]