Kota Madiun
Kota Madiun | |
---|---|
Transkripsi bahasa daerah | |
• Hanacaraka | ꦩꦝꦶꦪꦸꦤ꧀ |
• Pegon | مادييون |
Julukan:
| |
Motto: MADIUN BANGKIT (Bersih, Aman, Nyaman, Gagah, Kuat, Indah dan Tenteram) | |
Koordinat: 7°37′48″S 111°31′23″E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Timur |
Tanggal berdiri | 20 Juni 1918 |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar |
Pemerintahan | |
• Wali Kota | Drs. H. Maidi, M.Pd |
• Wakil Wali Kota | Inda Raya |
• Sekretaris Daerah | Soeko Dwi Handiarto |
• Ketua DPRD | Andi Raya Bagus Miko Saputro |
Luas | |
• Total | 33,23 km2 (12,83 sq mi) |
Peringkat | 75 |
Populasi (2022)[1] | |
• Total | 199,192 |
• Peringkat | 54 |
• Kepadatan | 5,994/km2 (15,520/sq mi) |
• Peringkat kepadatan | 26 |
Demografi | |
• Agama | Islam 90,67% Kristen 8,86% — Protestan 5,79% — Katolik 3,07% Buddha 0,35% Hindu 0,11% Konghucu 0,017%[2] |
• Bahasa | Indonesia, Jawa Mataraman, Tionghoa, Arab, dll |
• IPM | 81,25 (2021) Sangat Tinggi[3] |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode area telepon | +62351 |
Pelat kendaraan | AE xxxx A*/B*/C*/D* |
Kode Kemendagri | 35.77 |
Kode SNI 7657-2010 | MAD |
DAU | Rp 527.916.797.000,00 (2020)[4] |
Semboyan daerah | Madiun BANGKIT “Bersih, Aman, Nyaman, Gagah, Kuat, Indah dan Tenteram” |
Slogan pariwisata | Kota Pendekar |
Flora resmi | Jeruk nambangan |
Fauna resmi | Kepodang batu |
Situs web | www |
Kota Madiun (Jawa: Hanacaraka: ꦩꦝꦶꦪꦸꦤ꧀, Pegon: مادييون, translit. Madhiyun) adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota terbesar ke-4 di Jawa Timur setelah Surabaya, Malang, dan Kediri ini terletak 150 km sebelah barat Surabaya, 90 km sebelah timur Surakarta, Jawa Tengah dan 33 km sebelah tenggara Ngawi. Di kota ini terdapat Industri Kereta Api (INKA) yang merupakan pabrik pembuatan kereta api terbesar se-Asia Tenggara dan memiliki sekolah tinggi perkeretaapian, yakni salah satunya Politeknik Perkeretaapian Indonesia. Dengan motto MADIUN BANGKIT (Bersih, Aman, Nyaman, Gagah, Kreatif, Indah, dan Tenteram), Kota Madiun mendapat julukan sebagai “Kota Gadis”, “Kota Brem”, “Kota Pecel”, “Kota Sastra”, “Kota Pelajar”, “Kota Kereta”, “Kota Budaya”, “Kota Industri”, “Kota Karismatik”, “Kota Pendekar” dan Milan van Java.
Geografi[sunting | sunting sumber]
Secara geografis Kota Madiun terletak pada 111° BT–112° BT dan 7° LS–8° LS dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Geger di sebelah selatan dan Kecamatan Wungu di sebelah timur.[5] Kota Madiun hampir berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Madiun, serta dengan Kabupaten Magetan di sebelah Barat. Bengawan Madiun mengalir di kota ini, merupakan salah satu anak sungai terbesar Bengawan Solo.
Kota Madiun terletak pada daratan dengan ketinggian 63 meter hingga 67 meter dari permukaan air laut. Daratan dengan ketinggian 63 meter dari permukaan air laut terletak di tengah, sedangkan daratan dengan ketinggian 67 meter dari permukaan air laut terletak di sebelah di selatan. Rentang temperatur udara antara 20 °C hingga 35 °C.[5] Rata-rata curah hujan Kota Madiun turun dari 210 mm pada tahun 2006 menjadi 162 mm pada tahun 2007. Rata-rata curah hujan tinggi terjadi pada bulan-bulan di awal tahun dan akhir tahun, sedangkan rata-rata curah hujan rendah terjadi pada pertengahan tahun.[6]
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Madiun merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata medi (hantu) dan ayun-ayun (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan “Babat tanah Madiun” terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya kota ini tidak dinamakan “Madiun”, tetapi Wanaasri.
Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Karesidenan Kediri (Daha) yang juga dikuasai oleh Mataram. Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh seperti Retno Dumilah.
Setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, Madiun menjadi sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Yogyakarta sebagai mancanagara brang wetan hingga akhirnya diserahkan kepada Belanda pada tahun 1830, setelah Perang Jawa.
Beberapa peninggalan Kadipaten Madiun salah satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, di mana terdapat makam Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Patih Wanaasri selain makam para Bupati Madiun, Masjid Tertua di Madiun yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak di sekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.
Kota Madiun dahulu merupakan pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, kebudayaan Madiun lebih dekat ke budaya “Jawa Tengahan” (Mataraman), karena Madiun pernah berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Pada tahun 1948, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun yang dipimpin oleh Musso di Kresek, Wungu, Kabupaten Madiun yang sekarang di kenal dengan nama Monumen Kresek.
Catatan tambahan : Sebelum bernama Jalan Perintis Kemerdekaan dahulu bernama Jalan Irian Barat sesuai dengan jenis nama pengelompokan nama-2 jalan di kota Madiun. Dalam hal ini nama-2 pulau di Indonesia.