Kota Makassar

Kota Makassar

Kota Makassar
Ujung Pandang
Transkripsi bahasa daerah
 • Lontara Makassarᨆᨀᨔᨑ
 • Lontara Bugisᨆᨃᨔ
 • Jawi Melayuماكاسسار
Dari atas ke bawahPantai LosariBenteng Rotterdam, dan Skyline Kota Makassar.
Bendera Kota Makassar

Lambang resmi Kota Makassar

Julukan:

Motto:

Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai
Ketika suatu keputusan telah diambil, maka seharusnya tidak ada lagi keragu-raguan
Peta

Peta
Kota Makassar di Sulawesi

Kota Makassar
Kota Makassar
Peta

Koordinat: 5.1618599°S 119.4361643°E
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Selatan
Tanggal berdiri4 Juli 1959[1]
Dasar hukumUU No. 29 Tahun 1959[1]
Hari jadi9 November 1607 (umur 415)
Jumlah satuan pemerintahan

Daftar
Pemerintahan

 • Wali KotaIr. H. Mohammad Ramdhan Pomanto
 • Wakil Wali KotaHj. Ny. Fatmawati Rusdi, SE, MM
Luas

 • Total175,77 km2 (67,87 sq mi)
Populasi

 • Total1.571.814
 • Kepadatan8,900/km2 (23,000/sq mi)
Demografi

 • AgamaIslam 87,19%
Kristen 11,00%
– Protestan 8,17%
– Katolik 2,83%
Buddha 1,27%
Hindu 0,14%
Konghucu 0,02%
Lainnya 0,38%[3]
 • BahasaBahasa Resmi :
Indonesia
Bahasa Daerah :
MakassarBugisTorajaMandarMelayu MakassarTaeJawaTionghoa
 • IPMKenaikan 82,66 (2021)
( Sangat Tinggi )[4]
Zona waktuUTC+08:00 (WITA)
Kode area telepon+62 411
Pelat kendaraanDD xxxx A*/I*/K*/M*/O*/Q*/R*/S*/U*/V*/X*
Kode Kemendagri73.71 Edit nilai pada Wikidata
Kode SNI 7657-2010MKS
DAURp 1.408.063.374.000,- (2020)[5]
Situs webmakassarkota.go.id

Makassar (Lontara Makassar: ᨀᨚᨈ ᨆᨀᨔᨑ, transliterasiKota Mangkasara’ Lontara Bugis: ᨀᨚᨈ ᨆᨃᨔ, transliterasi: Kota Mangkasa’ Lontara Bugis: ᨀᨚᨈ ᨍᨘᨄᨉ, transliterasi: Kota Juppandang) adalah ibu kota Provinsi Sulawesi SelatanIndonesia. Sebelumnya, kota yang sejak 1971 hingga 1999 dikenal secara resmi sebagai Ujung Pandang[1] ini merupakan kota terbesar di wilayah Indonesia Timur dan pusat kota terbesar ketujuh di Indonesia setelah JakartaSurabayaBandungMedanSemarang, dan Palembang.[6][7][8] Kota ini terletak di pesisir barat daya pulau Sulawesi, menghadap Selat Makassar. Sebagian besar penduduknya adalah Suku Makassar atau Tu Mangkasaraʼ.

Menurut Bappenas, Makassar adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan MedanJakarta, dan Surabaya.[9][10] Dengan memiliki wilayah seluas 175,77 km² dan jumlah penduduk lebih dari 1,4 juta jiwa, kota ini berada di urutan ketujuh kota terbesar di Indonesia setelah JakartaSurabayaMedanBandungSemarang, dan Palembang.[8][11][12] Makanan khas Makassar yang umum dijumpai di pelosok kota adalah Coto MakassarRoti MarosJalangkote, Bassang, Kue Tori, Pallu butungPisang IjoSop Saudara dan Sop Konro.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Lambang Kota Makassar pada zaman penjajahan Belanda

Hotel Oranje pada tahun 1920-an.

Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota Makassar.[13] Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan.[13]

Pada abad ke-16 hingga abad ke-17, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan di sana dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut.

Selain itu, sikap yang toleran terhadap agama berarti bahwa meskipun Islam semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama Kristen dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang Melayu yang bekerja dalam perdagangan di Kepulauan Maluku dan juga menjadi markas yang penting bagi pedagang-pedagang dari Eropa dan Arab. Semua keistimewaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu (Sultan Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awalul Islam, Raja Tallo).

Kontrol penguasa Makassar semakin menurun seiring semakin kuatnya pengaruh Belanda di wilayah tersebut dan menguatnya politik monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalui VOC. Pada tahun 1669, Belanda, bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda Melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-Tallo yang mereka anggap sebagai Batu Penghalang terbesar untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia timur. Setelah berperang habis-habisan mempertahankan kerajaan melawan beberapa koalisi kerajaan yang dipimpin oleh belanda, akhirnya Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan dengan terpaksa menanda tangani Perjanjian Bongaya.

Meningkatnya penghuni kota di Indonesia, maka timbul kebutuhan untuk menerapkan pembentukan Kotapraja seperti yang berlaku di Negeri Belanda. Kebutuhan nampak dalam peraturan desentralisasi tahun 1903 yang memungkinkan terbentuknya Kotapraja (Gemeente) setelah tahun 1905.

Realisasi dari keinginan pembentukan pemerintahan Kotapraja itu akhirnya berhasil diwujudkan. Makassar pada waktu itu merupakan pelabuhan terpenting di kawasan timur Indonesia yang juga ibu kota Gouvernement Celebes en Onderhoorigheden dan akhirnya mendapat kedudukan sebagai daerah Kotapraja (gemeente) pada tahun 1906.

Menurut catatan sejarah, cikal bakal lahirnya Kota Makassar berawal dari 1 April 1906. Saat itu pemerintah Hindia Belanda membentuk dewan pemerintahan Gemeentee di Kampung Baru, yang terletak di kawasan Pantai Losari dan Benteng Fort Rotterdam. Kawasan ini yang berkembang menjadi kota Makassar hingga kini disebut hari kebudayaan makassar, sebelumnya merupakan hari jadi Kotamadya Ujung Pandang.[14][15]

Nama Makassar sendiri sempat diganti menjadi Ujung Pandang di masa pemerintahan Orde Baru, tepatnya pada 31 Agustus 1971. Meski begitu, sebutan Ujung Pandang sudah dikenal sejak tahun 1950-an.

Usaha perluasan wilayah pemerintahan Kotamadya Makassar akhirnya berhasil dapat diwujudkan pada tahun 1971, dari luas wilayah 21 km² menjadi 175 km² berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tanggal 1 September 1971. Perluasan wilayah ini diikuti pula dengan perubahan nama Kotamadya Makassar menjadi Kotamadya Ujung Pandang.

Perlu diketahui bahwa perubahan nama Kotamadya, Makassar menjadi Kotamadya Ujung Pandang yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 itu, sesungguhnya pada tahun 1964 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kotapraja Makassar telah disetujui pergantian nama Kotapraja Makassar menjadi Kotapraja Ujung Pandang yang dituangkan dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Kotapraja Makassar Nomor 29/DPRD-GR tanggal 24 September 1964.

Nama Kota Ujung Pandang yang diresmikan pemakaiannya pada tanggal 14 September 1971, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 1971 yang dinyatakan berlaku tanggal 1 September 1971, merupakan perubahan nama dari Kota Makassar yang telah diperluas.

Dengan perubahan nama Makassar menjadi Ujung Pandang telah mendapat tanggapan dari berbagai tokoh tokoh masyarakat di Sulawesi Selatan. Salah satu tanggapan mengenai pengembalian nama Makassar, pada tanggal 17 Juli 1976 diajukan petisi yang ditandatangani oleh Prof. Dr. A. Zainal Abidin Farid S. H., Dr. Mattulada, dan Drs. H. Dg Mangemba, tiga budayawan terkemuka Makassar menuntut pengembalian nama Makassar. Usaha-usaha pengembalian nama Makassar terus bergulir, pada tanggal 21 Agustus 1995, Walikotamadya Ujung Pandang, H. Malik B. Masry, SE, MS mengadakan seminar yang hasil rekomendasi untuk pengembalian nama Kota Makassar.

Selanjutnya pada tanggal 21 Agustus 1999 diterbitkan Keputusan Pimpinan Dewan perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Ujung Pandang Nomor 05/Pim/DPRD/VIII/1999 yang memuat persetujuan DPRD Kotamadya Ujung Pandang atas rencana perubahan nama Ujung Pandang menjadi Makassar yang diusulkan oleh Walikota Drs. H. Baso Amiruddin Maula, S.H, M.Si. Akhirnya pada tanggal 13 Oktober 1999, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 yang menetapkan pengembalian nama Kotamadya Ujung Pandang menjadi Kota Makassar dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.[16]

Geografi[sunting | sunting sumber]

Masjid Al-Markaz Al-Islami

Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di bagian Selatan Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak antara 119º24’17’38” Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan sebelah Utara dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Kecamatan Liukang Tupabiring), sebelah Timur Kabupaten Maros (Kecamatan Mocongloe) dan Kabupaten Gowa (Kecamatan Pattallassang), sebelah selatan Kabupaten Gowa (Kecamatan Somba Opu dan Barombong) dan Kabupaten Takalar (Kecamatan Galesong Utara), serta sebelah Barat dengan Selat Makassar. Kota Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0-2°(datar) dan kemiringan lahan 3-15° (bergelombang). Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi.

Kota Makassar adalah kota yang terletak dekat dengan pantai yang membentang sepanjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai “Waterfront City” yang di dalamnya mengalir beberapa sungai seperti Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, dan Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara ke dalam kota. Kota Makassar merupakan hamparan daratan rendah yang berada pada ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut.[17]

Batas wilayah[sunting | sunting sumber]

Peta Administrasi Kota Makassar

Secara administratif, batas wilayah Kota Makassar adalah sebagai berikut:

UtaraKabupaten Maros dan Pangkajene dan Kepulauan
TimurKabupaten Maros dan Kabupaten Gowa
SelatanKabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar
BaratSelat Makassar

Letak Kota Makassar adalah di bagian selatan dari Pulau Sulawesi. Perkembangan wilayah Kota Makassar dimulai di sepanjang pesisir pantai yang berada di antara dua sungai besar, yaitu sungai Jeneberang dan sungai Tallo. Perbatasan Makassar bagian utara merupakan pedalaman yang didiami suku Bugis sedangkan perbatasan selatan didiami oleh suku Makassar. Perkembangan kota Makassar sebagai kota perdagangan dan kota pelabuhan ditunjang oleh wilayah utara. Wilayah pedalaman membawa komoditas sumber daya alam ke Makassar untuk dijual ke pasar. Bagian barat dari kota Makassar adalah selat Makassar dan terdapat sejumlah pulau kecil.

Pulau-pulau ini digunakan sebagai penunjang perkembangan kota, yakni sebagai pelindung dan memenuhi kebutuhan kota Makassar. Keberadaan pulau-pulau kecil digunakan sebagai pencegah gangguan badai dan ombak yang mengganggu perahu atau kapal-kapal yang melakukan perdagangan di pelabuhan Makassar. Masyarakat kota Makassar di pulau-pulau kecil ini sebagian besar dihuni oleh orang-orang suku Makassar yang mata pencahariannya berhubungan dengan laut.[18]

Iklim[sunting | sunting sumber]

Kota Makassar memiliki kondisi iklim tropis yang bertipe iklim tropis muson (Am), hal tersebut ditandai dengan kontrasnya jumlah rata-rata curah hujan di musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya berlangsung sejak bulan November hingga bulan Maret dan musim kemarau berlangsung dari bulan Mei hingga bulan September. Wilayah Kota Makassar memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara 26,°C sampai dengan 29 °C. Rata-rata curah hujan per tahun di wilayah ini berkisar antara 2700–3200 milimeter.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *