Kota Surakarta

Kota Surakarta

Koordinat7.5567545°S 110.8213985°E

Kota Surakarta
  • Sala
  • Solo
Transkripsi bahasa daerah
 • Hanacarakaꦯꦹꦫꦏꦂꦡ
 • Hanacaraka nama alternatifꦯꦴꦭ
Lambang resmi Kota Surakarta

Julukan:

Motto:

Rinaras dadi trus manunggal
꧋ꦫꦶꦤꦫꦱ꧀ꦢꦢꦶꦠꦿꦸꦱ꧀ꦩꦤꦸꦔ꧀ꦒꦭ꧀꧉
(Jawa) (1946 Masehi)[a]
Mulat sarira angrasa wani
ꦩꦸꦭꦠ꧀ꦱꦫꦶꦫꦲꦁꦫꦱꦮꦤꦶ[7]
Peta

Peta
Kota Surakarta di Jawa

Kota Surakarta
Kota Surakarta
Peta

Koordinat: 7°34′0″S 110°49′0″E
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
Tanggal berdiri16 Juni 1946
Dasar hukumUU No. 16/SD tahun 1946
Hari jadi17 Februari 1745 (umur 278)
Jumlah satuan pemerintahan

Daftar
Pemerintahan

 • Wali KotaGibran Rakabuming Raka
 • Wakil Wali KotaDrs. Teguh Prakosa
 • Sekretaris DaerahIr. Ahyani, M.A.
 • Ketua DPRDBudi Prasetyo, S.Sos.
Luas

 • Total44,04 km2 (17,00 sq mi)
Peringkat86
Ketinggian tertinggi

98 m (322 ft)
Ketinggian terendah

93 m (305 ft)
Populasi

 • Total579.212
 • Peringkat27
 • Kepadatan13,000/km2 (34,000/sq mi)
 • Peringkat kepadatan8
Demonimwong Solo, tiyang Solo
Demografi

 • AgamaIslam 78,95%
Kristen 20,73%
— Protestan 13,75%
Katolik 6,98%
Buddha 0,22%
Hindu 0,06%
Konghucu 0,02%
Lainnya 0,006%[9]
 • BahasaJawaIndonesia
 • IPMKenaikan 82,62 (2021)
Sangat Tinggi[10]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode pos
Kode BPS
33.72
Kode area telepon(+62) 271
Pelat kendaraanAD xxxx **A/*H/*S/*U
Kode Kemendagri33.72 Edit nilai pada Wikidata
Kode SNI 7657-2010SKT
DAURp 880.832.566.000,- (2020)[11]
Semboyan daerahBerseri
“Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah”
Slogan pariwisataThe Spirit of Java
Flora resmiSirih[butuh rujukan]
Fauna resmiPunai penganten[butuh rujukan]
Situs webwww.surakarta.go.id

Kota Surakarta (Jawaꦯꦹꦫꦏꦂꦡtranslit. Surakartapengucapan bahasa Jawa: [surɔˈkart̪ɔ]) atau Solo (Jawaꦯꦴꦭtranslit. Salapengucapan bahasa Jawa: [sɔlɔ]) adalah kota di Jawa Tengah, Indonesia, dengan penduduk 522.364 jiwa (2020), kepadatan 11.861,00/km2[8], dan luas 44,04 km2. Kota ini juga merupakan kota terbesar ketiga di pulau Jawa bagian Selatan setelah Kota Bandung dan Kota Malang menurut jumlah penduduk. Sisi Timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncongBengawan Solo. Kota ini termasuk dalam kawasan Solo Raya, sebagai kota utama.

Bersama dengan Yogyakarta, Surakarta merupakan pewaris Kerajaan Mataram Islam yang dipecah melalui Perjanjian Giyanti, pada tahun 1755, sehingga Surakarta menjadi kediaman Susuhunan Pakubuwana dan Adipati Mangkunegara.

Nama[sunting | sunting sumber]

“Sala” adalah satu dari tiga[butuh rujukan] dusun yang dipilih oleh Sri Susuhunan Paku Buwana II atas saran dari Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, serta komandan pasukan Belanda, J.A.B. van Hohendorff, ketika akan mendirikan istana baru, setelah perang suksesi Mataram Islam terjadi di Kartasura.[12] Seiring waktu, karena penyebutan “Sala” dianggap sulit oleh orang Belanda, nama ini berubah menjadi “Solo”.[13] Nama “Surakarta” diberikan sebagai nama “wisuda” bagi Keraton Surakarta, pusat pemerintahan baru Kasultanan Mataram Islam di Desa Sala.[12]

Pada masa sekarang, nama Surakarta digunakan dalam situasi formal-pemerintahan, sedangkan nama Sala/Solo lebih merujuk kepada penyebutan umum yang dilatarbelakangi oleh aspek kultural. Kata Sura dalam Bahasa Jawa berarti “keberanian” dan karta berarti “makmur”; dengan harapan bahwa Surakarta menjadi tempat dimana penghuninya adalah orang-orang yang selalu berani berjuang untuk kebaikan serta kemakmuran negara dan bangsa.[14] Dapat pula dikatakan bahwa nama Surakarta merupakan permainan kata dari Kartasura. Kata sala, nama yang dipakai untuk desa tempat istana baru dibangun, adalah nama pohon suci asal India, yaitu pohon sala Shorea robusta).[butuh rujukan]

Ketika Indonesia masih menganut Ejaan van Ophuysen, nama kota ini dieja Soerakarta. Dalam aksara Jawa modern, ditulis ꦱꦸꦫꦏꦂꦠ atau ꦯꦸꦫꦑꦂꦡ.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Masa Pra-Kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Eksistensi kota ini dimulai saat Sinuhun Paku Buwana II, raja Kasultanan Mataram Islam, memindahkan kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, sebuah desa yang tidak jauh dari tepi Bengawan Solo, karena istana Kartasura hancur akibat serbuan pemberontakSunan Pakubuwana II membeli tanah dari lurah Desa Sala, yaitu Kyai Sala, sebesar 10.000 ringgit (gulden Belanda) untuk membangun istana Mataram yang baru. Secara resmi, istana Mataram Islam yang baru dinamakan Karaton Surakarta Hadiningrat dan mulai ditempati tanggal 20 Februari 1745.[14] Perjanjian Giyanti yang ditanda-tangani oleh Sinuhun Paku Buwana IIIBelanda, dan Pangeran Mangkubumi pada 13 Februari 1755 membagi wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.[15] Selanjutnya wilayah Kasunanan Surakarta semakin berkurang, karena Perjanjian Salatiga yang diadakan pada 17 Maret 1757 menyebabkan Raden Mas Said diakui sebagai seorang pangeran merdeka dengan wilayah kekuasaan berstatus kadipaten, yang disebut dengan nama Kadipaten Mangkunegaran Surakarta (Pura Mangkunegaran Surakarta). Sebagai penguasa Mangkunegaran, Raden Mas Said bergelar Adipati Mangkunegara I.

Daerah Istimewa Surakarta[sunting | sunting sumber]

Setelah berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pada 1 September 1945 Sinuhun Paku Buwana XII mengeluarkan maklumat bahwa Nagari Surakarta Hadiningrat mendukung dan berada di belakang pemerintah Republik Indonesia.[16] Selama 10 bulan, Surakarta berstatus sebagai daerah istimewa setingkat provinsi, yang dikenal sebagai Daerah Istimewa Surakarta. Status Daerah Istimewa Surakarta secara yuridis diatur dalam Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946 dan Surat Wakil Presiden tanggal 12 September 1949.[17]

Karesidenan Surakarta[sunting | sunting sumber]

Selanjutnya, karena berkembang gerakan antimonarki di Surakarta serta kerusuhan, penculikan, dan pembunuhan pejabat-pejabat Daerah Istimewa Surakarta, pada tanggal 16 Juni 1946 pemerintah membekukan status Daerah Istimewa yang dimiliki Daerah Istimewa Surakarta dan menghilangkan kekuasaan politik Raja Nagari Surakarta dan Adipati Nagari Surakarta yang berkedudukan di Karaton Surakarta Hadiningrat dan Kadipaten Mangkunegaran Surakarta (Pura Mangkunegaran Surakarta).[17] Status Raja Nagari Surakarta (SDISKS Paku Buwana) dan Adipati Nagari Surakarta, Mangkunegaran (KGPAA. SIJ. Mangkunegara) menjadi simbol budaya di tengah masyarakat serta kedudukan keraton dan pura diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. Kemudian Surakarta ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang memimpin Karesidenan Surakarta dengan wilayah seluas 5.677 km². Karesidenan Surakarta terdiri dari daerah-daerah Kota Praja Surakarta, Kabupaten KaranganyarKabupaten SragenKabupaten WonogiriKabupaten SukoharjoKabupaten KlatenKabupaten Boyolali.[18] Tanggal 16 Juni 1946 diperingati sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta modern.[19]

Kota Surakarta[sunting | sunting sumber]

Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *