Liputan6.com, Jakarta – Serangan ransomware yang mengakibatkan kebocoran data Bank Indonesia dilaporkan lebih luas dari yang sebelumnya dikonfirmasi oleh Bank Indonesia.
Sebelumnya Bank Indonesia atau BI membenarkan sebanyak 16 komputer di cabang Bengkulu mengalami serangan ransomware dan kebocoran data.
Belakangan, platform intelijen dark web, Dark Tracer, mengungkap kebocoran data tidak hanya menimpa cabang BI Bengkulu, tetapi juga juga cabang BI lainnya dengan total data yang disandera sebesar 74GB.
Melalui analisisnya, Pakar Keamanan Siber Alfons Tanujaya, mengatakan, kebocoran data Bank Indonesia bukan hanya menimpa cabang di Bengkulu melainkan juga pada cabang BI lainnya di lebih dari 20 kota seluruh Indonesia.
Dengan jumlah komputer yang terdampak lebih dari 200 komputer dan 52.767 dokumen berkapasitas 74,82 GB.
“Entah apakah BI tidak mengetahui sedemikian banyak data yang bocor dan hanya menginformasikan kebocoran terjadi hanya di 16 komputer dan satu cabang saja kepada BSSN, yang kemudian memberikan informasi kurang akurat ini kepada masyarakat,” kata Alfons dalam keterangan.
Namun, menurutnya dengan melihat cara kerja Conti, pasti sudah melakukan komunikasi intens dengan korban untuk memonetisasi hasil ransomware dan memaparkan berapa banyak data yang mereka miliki. Harusnya, korban, dalam hal ini Bank Indonesia sudah mengetahui berapa banyak data yang bocor.
Alfons mengatakan, Conti memberi waktu lebih dari 1 bulan sebelum geng ransomware ini mempublikasikan informasi tersebut ke publik.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Berharap UU PDP Segera Rampung
Pendiri Vaksincom ini menyadari, dalam kasus kebocoran data, tidak ada manfaat mencari siapa yang salah dan hukuman apa yang pantas diterapkan. Apalagi hal tersebut juga tidak bisa membatalkan data yang sudah bocor dan tidak menjamin hal sama bakal terulang lagi.