Mengapa Arab Saudi Bangun “Kab’ah Baru”? Benar Tanda Kiamat?

Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MbS) akan membangun gedung raksasa berbentuk kubus atau The Mukaab yang dikritik sejumlah pihak sebagai Ka'bah baru. (Tangkapan layar newmurabba.com)

“Ka’bah baru” disebut bakal dibuat Arab Saudi. Ini menyindir pembangunan The Mukaab, yang menjadi mega proyek terbaru kerajaan di ibu kota Riyadh.

Sejak Kamis pekan lalu, pemerintah Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Mohammed bin Salman (MBS) memang mencanangkan pembangunan pusat kota modern baru di negeri tersebut. Pembangunan The Mukaab sendiri, merupakan bagian dari proyek Perusahaan Pengembangan Murabba Baru (NMDC) yang didukung Dana Investasi Publik (PIF) Arab Saudi.

Kecaman soal Mukaab, dari pihak yang mencemoohnya terjadi karena bangunan tersebut dituding mirip dengan Ka’bah”. Mukaab, berbentuk kubus setinggi 400 meter, lebar 400 meter, dan panjang 400 meter.

Bedanya, jika Ka’bah merupakan simbol suci ibadah umat Muslim, Mukaab akan menjadi tujuan perhotelan premium. Termasuk atraksi ritel, budaya dan wisata.

Di dalamnya ada pula unit perumahan dan hotel, ruang komersial, dan rekreasi yang diharapkan bisa menggaet wisatawan mancanegara. Arab Saudi menjrgetkan 180 miliar riyal ke PDB non minyak dari sana.

Pembangunan Mukaab sendiri ditargetkan selesai 2030. MBS sendiri menjadi pemimpin proyek itu.

“Membangun Ka’bah baru yang secara eksklusif ditujukan untuk kapitalisme agak terlalu sulit,” kata seorang kritikus yang juga serrana reporter Intercept, Murtaza Hussain.

“Tampaknya (MBS) sedang membangun Ka’bahnya. Apakah dia akan menegakkannya sebagai kiblat baru bagi para jamaah?” cuit sosok kontra lain, akademisi Asad Abu Khalil.

“Nabi Muhammad (SAW) mengatakan salah satu tanda kiamat adalah bahwa Anda akan melihat ‘para gembala bersaing dalam membangun gedung-gedung tinggi,” kata pengguna Twitter @2015 Jmr seraya menggaitkan The Mukaab dengen tanda kiamat.

Sebenarnya, ini bukan proyek ambisius pertama Arab Saudi. Negeri itu memiliki setidaknya lima proyek ‘gila’ lain, mulai dari kota futuristik NEOM, proyet Laut Merah, resort mewah Amaala di pantai Barat Laut Arab Saudi, proyek warisan budaya di Ad Diriya, dan taman hiburan mewah Qiddiya.

Lalu mengapa ini dilakukan Arab Saudi?

Visi Saudi 2030

Selama ini Arab Saudi dikenal sebagai negara yang ekonominya bergantung dengan minyak. Namun saat Raja Salman bin AbdulAziz, ayah MBS, menjadi pemimpinnya di 2015 negara itu mengumumkan Visi Saudi 2030.

Visi Saudi 2030 sendiri merupakan sebuah gambaran perekonomian baru Arab Saudi di tahun 2030. Dalam visi itu, Raja Salman menginginkan agar ketergantungan negara itu terhadap migas dikurangi dan sektor ekonomi terdiversifikasi.

Gayung bersambut saat MBS dipilih sebagai Putra Mahkota di 2017. Ia sibuk mendiversifikasi sumber pendapatan negara.

Negeri itu, tengah fokus membangun pariwisata untuk mencapai target menjadi salah satu pilar ekonomi di masa yang akan datang. Pariwisata akan menjadi penyokong PDB kedua setelah minyak.

Kocek US$500 miliar lebih digelontorkan untuk proyek-proyek besar. Ini untuk merevolusi pariwisata kerajaan agar sesuai dengan tren khalayak nasional dan internasional.

Reformasi dirancang untuk membuka diri terhadap dunia termasuk aturan untuk mengakomodasi investasi di sektor pariwisata. Terobosan lain adalah e-visa dapat dikeluarkan untuk pelancong hanya dalam waktu lima menit.

Good Bye Minyak

Ini juga terjadi karena sejumlah ramalan soal mulai ditinggalkannya energi fossil, termasuk minyak yang jadi andalan Arab Saudi. Minyak akan jadi salah satu yang paling mengalami penurunan permintaan terutama dari transportasi yang selama ini memberikan sumbangsih terbesar terhadap permintaan minyak dunia.

Peralihan ke energi terbarukan karena masalah emisi karbon dunia sehingga terjadi kesepakatan negara-negara untuk bersama-sama mengurangi emisi karbon. Negara Saudi Arabia adalah penyumbang emisi karbon terbesar kedua di daerah timur tengah setelah Iran.

Menurut IEA (The International Energy Agency), dalam “Outlook Energy 2021”, tingkat permintaan minyak akan turun hingga 104 juta barel per hari (mb/d) pada pertengahan 2030-an. Ini kemudian turun sangat sedikit hingga 2050.

Pada tahun 2030 dan 2050, permintaan minyak untuk transportasi jalan menurun lebih dari 2 mb/d secara global. Tahun 2030, 15% mobil penumpang di jalanan dikuasai mobil listrik dan meningkat menjadi 30% pada tahun 2050.

Berdasarkan data BP Statistical Review, Saudi Arabia memiliki cadangan minyak sebesar 297.500 mb dan menjadi negara yang memiliki cadangan terbesar kedua di dunia dengan porsi 17,2% dari total cadangan minyak dunia.Saudi Arabia berada di urutan kedua dengan produksi 11.039 mb/d.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *