Nasib Mengenaskan Pengemudi Ojol: Kenaikan Tarif Tak Terasa, Kian Terhimpit Potongan Komisi

Nasib Mengenaskan Pengemudi Ojol: Kenaikan Tarif Tak Terasa, Kian Terhimpit Potongan Komisi

Pengemudi ojek online (ojol) menunggu penumpang di kawasan Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin 21 September 2020. Minimnya pengawasan, pengemudi ojol masih banyak ditemukan berkerumun saat menunggu penumpang. Padahal, Pemprov DKI Jakarta telah membuat larangan ojol dan ojek pangkalan berkumpul lebih dari lima orang serta menjaga jarak sepeda motor minimal dua meter. TEMPO/Subekti

– Ivan Ahmad, pengemudi ojek online atau ojol tengah beristirahat di pinggir jalan Melawai, Jakarta Selatan. Ia terus menatap ponselnya, menunggu pesanan datang. Sejak jam enam pagi hingga pukul 6 sore, ia mengungkapkan baru mendapat 10 pesanan.

“Sekarang maksimal saya dapat 15 orderan. Dulu juga segitu, tapi penghasilan saya sekarang lebih kecil,” ujar Ivan saat ditemui Tempo pada Rabu, 21 September 2022.

Pria berusia 32 tahun itu bercerita dirinya selalu memulai hari menjemput pesanan pada sekitar jam enam pagi dan menutup hari pada pukul 11 malam. Ia biasa mengantarkan penumpang mulai dari tempat tinggalnya di sekitar Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan, hingga Bekasi. Sebelum pulang, ia selalu mengisi bensin kendaraannya agar perjalanannya di pagi hari lebih lancar.

Ivan sudah melakukan rutinitas itu sebagai sejak 2015. Di awal-awal ketika memulai jadi pengemudi ojol, ia bisa mengumpulkan uang lebih dari Rp 600 ribu per hari. Terlebih, bonus saat itu bisa mencapai Rp 200 ribu, katanya. Namun sekarang, dengan 15 orderan sehari penuh, penghasilan kotornya hanya mencapai Rp 300 ribu.

“Itu pendapatan kotor saya. Lebih sering lagi cuma Rp 200 ribu. Tapi dipotong 20 persen untuk biaya aplikasi,” tutur Ivan sambil memperlihatkan riwayat pesanan yang ia peroleh hari itu.

Terlihat ia mendapat pesanan penumpang ke daerah Bintaro Rp 30 ribu. Pendapatan yang ia dapatkan dari pesanan itu sebesar Rp 22 ribu, sisanya Rp 8 ribu masuk ke kantong aplikator sebagai potongan biaya aplikasi.

“Ini lagi (potongan komisi) 20 persen, kadang malah lebih dari 25 persen. Nama potongannya itu sebenarnya macem-macem, sampai saya enggak hapal,” kata dia.

Ivan mengaku sempat mendengar bahwa pemerintah telah menaikan tarif ojol dan menurunkan biaya potongan aplikasi atau komisi menjadi 15 persen. Namun hingga hari ini, belum terasa potongan biaya-biaya itu. Pendapatannya pun tak banyak berubah, khususnya sejak pandemi Covid-19 ketika aplikator tak lagi memberi bonus besar seperti dulu.

Ia mengaku pasrah pendapatannya terpotong melebihi ketentuan. “Saya capek kerja. Mau protes juga nanti poin saya takut kenapa-kenapa,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *