– Pengakuan negara terhadap 12 kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Tanah Air dinilai merupakan kado terindah dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk seluruh rakyat Indonesia.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Barisan Relawan Jalan Perubahan atau Bara JP yang merupakan relawan pendukung Jokowi.
“Pidato awal tahun ini menjadi kado terindah bagi rakyat Indonesia yang puluhan tahun menunggu negara berbicara tentang pelanggaran HAM berat,” kata Ketua DPP Bara JP M Adli Abdullah di Banda Aceh, Rabu, 11 Januari 2023.
Sebelumnya, Presiden RI Jokowi telah menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam sedikitnya 12 peristiwa di masa lalu.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi setelah menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, di Istana Merdeka, Jakarta.
Baca juga: Komnas HAM Minta Mahfud Fasilitasi Penyelidikan Kasus Pelanggaran HAM Berat dengan Kejaksaan Agung
BARA JP mengapresiasi Presiden Jokowi terhadap pengakuan tersebut, dan berjanji peristiwa serupa tidak akan terulang kembali.
Adli mengatakan, selama puluhan tahun negara mengabaikan peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu. Kini di tangan Presiden Jokowi negara telah berani mengakuinya.
“Ini peristiwa bersejarah bagi korban, keluarga korban pelanggaran HAM dan rakyat Indonesia,” ujarnya.
Adli menuturkan, pengakuan orang nomor satu di Indonesia yang menyesalkan pelanggaran HAM berat itu, juga merupakan hasil kerja keras korban, keluarga korban dan selanjutnya didukung Presiden.
Menurut Adli, pengakuan tersebut sebagai langkah awal untuk menyelesaikan beban berat Indonesia hari ini yang terus membawa beban masa lalu. Bagaimana warga bisa menatap masa depan jika masalah masa lalu belum diselesaikan.
“Selanjutnya kita kawal hasil rekomendasi yang diajukan oleh Tim PPHAM kepada Jokowi. Adalah kewajiban negara memberikan pemenuhan hak-hak kepada korban atau ahli korban. Jangan sampai nanti di lapangan ada pungli. Maka ini perlu tim kawal,” demikian M Adli Abdullah.
Adapun 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah diakui Presiden Jokowi tersebut, adalah: Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Kemudian, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh Selatan 2003.
Sebelumnya, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom, juga mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi yang mengakui adanya pelanggaran HAM berat itu.
Dia pun meminta agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghapus materi sejarah yang sudah ada selama ini. Hal ini menyusul pernyataan Jokowi yang mengakui soal adanya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Sebagai tindak lanjut pernyataan ini, saya mengusulkan dua hal. Pertama, perlunya penghapusan segera berbagai bentuk memorial maupun materi sejarah yang ada selama ini, yang bisa dinilai sebagai pembelokan sejarah dan pengaburan fakta pelanggaran HAM yang terjadi,” ujar Gomar dalam keterangannya, Rabu, 11 Januari 2023.
Usulan kedua, Gomar memandang perlunya memorialisasi atas pelanggaran HAM berat tersebut dalam bentuk statuta. Hal tersebut sebagai peringatan kepada generasi berikut agar pelanggaran HAM berat tidak terulang.