-Presiden Partai Buruh Said Iqbal menolak gagasan pembentukan koalisi besar dalam mengusung capres dan cawapres. Menurut Said ide koalisi besar menciderai demokrasi yang sehat dan bersih karena cenderung membatasi jumlah kontestan.
“Selain itu, partai politik yang membuat koalisi besar tidak pernah bertanya pada konstituennya,” ucap Said dalam keterangan tertulis, Sabtu, 8 April 2023.
Said menilai partai politik dalam koalisi besar arogan mengatasnamakan rakyat sebagai penentu capres dan cawapres. Koalisi ini, kata dia, pada akhirnya hanya melahirkan dua pasang calon presiden, sehingga sama artinya dengan menyempurnakan presidential threshold yang membatasi jumlah capres-cawapres.
“Sehingga bisa dibilang, ini mengarah pada sistem demokrasi terpimpin yang dikomandani oleh partai politik,” kata tokoh gerakan buruh tersebut.
Partai Buruh, ujar Said, menolak koalisi besar untuk menggenapkan parliamentary threshold 20 persen, yang sudah ada. Partai Buruh menolak dibangkitkannya kembali sistem demokrasi terpimpin melalui koalisi besar dan presidenstial threshold tersebut.
Partai Buruh Dukung Partai Penolak UU Cipta Kerja
Menurut Said Partai Buruh bersikap tegas dengan tidak sudi berkoalisi dengan partai politik mana pun yang menyetujui sahnya Omnibus Law Undang-undang (UU) No 6/2023 tentang Cipta Kerja. “Termasuk partai politik yang hanya lip service menolak UU Cipta Kerja, tetapi ketika diminta menjadi saksi fakta dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi tidak bersedia,” tutur dia.
Ihwal capres dan cawapres pilihannya, Partai Buruh mengacu pada Rakernas I Januari 2023 yang lalu. Dalam rakernas itu muncul empat nama capres, yaitu Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Said Iqbal, dan Najwa Shihab. Adapun nama cawapres yang mengemuka yaitu Arsjad Rasjid, Mahfud Md, Said Iqbal, dan Najwa Shihab.
Said berujar di konvensi Partai Buruh Agustus mendatang, dia akan menanyakan kepada rakyat, setidak-tidaknya masyarakat kelas pekerja (working class), siapa calon pemimpin yang akan dipilih rakyat.
“Kesempatan ini Partai Buruh mengajak seluruh elemen gerakan sosial, masyarakat kelas pekerja, akademisi, dan rakyat yang peduli pemilu bersih untuk menolak sistem demokrasi terpimpin melalui koalisi besar, presidential threshold 20 persen, dan parliamentary threshold 4 persen,” kata Said Iqbal.