Pengemudi Ojol hingga PKS Tolak Jalan Berbayar ERP, Ketua DTKJ Ingatkan Soal Komunikasi
– Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Haris Muhammadun menilai wajar banyak pihak yang menolak wacana kebijakan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) di Jakarta. Menurut dia, Pemerintah Provinsi atau Pemprov DKI Jakarta perlu membangun komunikasi dengan pihak-pihak terkait.
“Kebijakan yang bagus kalau komunikasinya jelek bisa juga dikontra dan bisa juga enggak jadi,” kata dia kepada Tempo, Rabu, 25 Januari 2023. “Kebijakan yang kurang bagus, tapi komunikasinya bagus, bisa jadi itu diterima.”
Salah satu kalangan yang menolak tarif ERP adalah pengemudi ojek online alias ojol dan mobil sewa berbasis aplikasi. Mereka mengkhawatirkan potensi beban biaya baru yang muncul akibat penerapan ERP.
Pengemudi ojol bahkan telah menggelar demo di depan Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat kemarin. Mereka menolak rencana tarif ERP.
Haris menyebut perlunya membangun komunikasi yang melibatkan Pemprov DKI, DPRD, masyarakat, akademisi, dan pengamat. Menurut dia, membangun komunikasi adalah jalan yang harus ditempuh saat ini.
“Menurut saya ini butuh komunikasi, kenapa butuh ERP? Kenapa ganjil genap sudah tidak manjur lagi,” ucap dia.
PKS juga menolak ERP
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus Ketua Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta, Ismail, juga menolak rencana penerapan tarif ERP.
“Sepanjang yang saya ketahui sejak rapat fraksi terakhir, sepakat untuk menolak. Situasi dan kondisinya belum memungkinkan. Alasan utamanya itu,” kata dia di ruang kerjanya, Rabu, 25 Januari 2023.
Dia menuturkan banyak hal krusial yang menjadi PR besar bagi Pemprov DKI sebelum menerapkan kebijakan ERP.
“Milestone dari ERP ini cukup panjang, dari 2007/2017, saya lupa, itu bergulir dari gubernur ke gubernur, dari anggota dewan berganti, enggak tuntas-tuntas. Berarti ada tanda tanya besar,” ujar dia.
Salah satu hal krusial yang perlu dikritisi dari rencana jalan berbayar ERP ini adalah dampak terhadap pelaku ekonomi kalangan menengah ke bawah. Kelas masyarakat tersebut, tutur Ismail, sangat bergantung pada kendaraan pribadi, terutama motor.