The Fed Hawkish, Sri Mulyani: Aliran Modal Asing Keluar Tembus Rp 16,3 Triliun
– Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sikap Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), yang semakin ketat menaikkan suku bunga acuannya membuat aliran modal asing berbondong-bondong keluar dari pasar surat berharga negara (SBN).
Sepanjang 1-22 September, aliran modal asing keluar dari pasar obligasi Indonesia mencapai Rp 16,3 triliun. Padahal, saat The Fed menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) pada Juli 2022, aliran modal asing malah masuk Rp 8,27 triliun.
“Menggambarkan bond holder asing terhadap surat berharga Indonesia mengalami penurunan,” kata Sri saat konferensi pers secara virtual, Senin, 26 September 2022.
Dengan kondisi ini, Sri mengatakan dominasi kepemilikan investor asing terhadap SBN semakin melorot menjadi hanya sekitar 14,70 persen per 22 September 2022. Angka ini setengah lebih kecil ketimbang akhir 2019 yang masih sekitar 38,57 persen. Adapun pemegang utama SBN kini adalah Bank Indonesia dan perbankan domestik yang masing-masing 25,51 persen dan 24,90 persen.
Sri mengatakan situasi tersebut tidak terelakkan karena kebijakan The Fed yang hawkish itu menyebabkan pasar obligasi di negara-negara emerging market mengalami outflow. Hingga 22 September 2022, aliran modal asing yang keluar dari pasar negara-negara ekonomi berkembang itu Rp 148,11 triliun.
Karena itu, tren modal asing keluar di emerging market, termasuk Indonesia, masih akan menjadi perhatian utama di tengah normalisasi kebijakan moneter. Sri mengatakan hal ini perlu diantisipasi lantaran berkurangnya likuiditas bakal mempengaruhi cost of fund.
Sri melanjutkan, pasca-FOMC Meeting pada 21 September lalu, volatility indeks pasar saham atau VIC dan indeks pasar obligasi atau MOVE meningkat dalam sehari. Masing-masing menjadi sebesar 29,92 dan 137,28. Sedangkan imbal hasi US Treasury meningkat menjadi 3,68 persen didorong kenaikan Fed Fund Rate yang telah menembus 3,25 persen.
“Kita lihat US Treasury 10 tahun mengalami kenaikan hingga 3,68 persen. Pada awal tahun masih di level 1,6 persen. Kenaikan yang sangat tinggi dari US Treasury 10 tahun,” kata Sri.
Di sisi lain, dia mengatakan, indeks dolar (DXY) juga meningkat ke level 113,02. Ini mengakibatkan nilai tukar rupaih terhadap dolar Amerika Serikat melemah sangat dalam hingga menjadi bergerak di level ata Rp 15.000 saat itu, yakni ke posisi Rp 15.037 per dolar AS.
“Ini masih diperkirakan akan berlanjut sampai akhir tahun dan awal tahun depan. Dengan statment dan langkah yang sangat hawkish dari The Fed pasti akan menimbulkan guncangan ke seluruh dunia,” ujar dia.
Kendati begitu, Sri mengatakan pelemahan mata uang rupiah masih lebih baik ketimbang negara-negara lain. Saat itu, Sri mengatakan rupiah hanya terdepresiasi sekitar 5,4 persen, sedangkan mata uang negara-negara emerging market lain lebih besar. India, misalnya, mengalami depresiasi mata uang 9,3 persen; Malaysia 9,9 persen; Thailand 13,1 persen; dan Filipina 15,6 persen.
Meski demikian, Sri memastikan strategi pembiayaan APBN ke depan akan mewaspadai dinamika pasar keuangan yang berdampak ke cost of fund. Sebab, The Fed diperkirakan masih akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan hingga 125 basis poin sampai akhir tahun ini dan tahun depan sebanyak 25 basis poin lagi.
Prediksi ini, kata Sri Mulyani, didasari oleh pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell saat FOMC yang menegaskan bank sentral akan terus berupaya mengendalikan inflasi meski mengorbankan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Secara spesifik, ia menuturkan “keep at it until the job is done”.
“Menunjukkan statment yang sangat hawkish atau sangat kuat keras dari Jerome Powell yaitu mereka mengatakan akan terus menaikkan suku bunganya sampai mereka bisa mengendalikan inflasi,” kata Sri Mulyani.