The Fed Rate Diprediksi Menanjak, Suku Bunga Bank Indonesia Bakal Ikutan?

The Fed Rate Diprediksi Menanjak, Suku Bunga Bank Indonesia Bakal Ikutan?

 
Karyawan melintas di area perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 31 Mei 2022. Menurut pengamatan bank sentral, inflasi pada tahun 2022 akan berada di kisaran 4,2 persen yoy. TEMPO/Tony Hartawan

– Analis dari PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi memprediksi bahwa Bank Indonesia tidak akan menaikkan suku bunga meski suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed terus menanjak.

Menurut dia, suku bunga The Fed berada di angka 75-100 basis poin, bahkan diprediksi naik hingga 150 basis poin di akhir 2022. “Ini memang agresif (kenaikan suku bunga) yang dilakukan AS ini, yang sebenarnya untuk menahan inflasi,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Ahad, 16 Oktober 2022.

Hal itu, Ibrahim melanjutkan, berbeda dengan di Indonesia yang meski inflasi dan suku bunga tak saling susul-menyusul. Dia mengatakan bahwa BI sudah menaikkan dua kali suku bunga, tapi kemungkinan tidak akan menaikkan lagi.

“BI akan tetap melihat dan mengevaluasi kenaikan suku bunga yang tidak direspons oleh pasar. Karena yang pertama pada Agustus pasar menginginkan tidak menaikkan suku bunga bahkan BI sendiri sudah siap tidak akan menaikan suku bunga tapi karena pemerintah menaikkan BBM, akhirnya suku bunga ikut dinaikkan,” kata dia.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka itu menilai menaikkan suku bunga menjadi 50 basis poin terlalu tergesa-gesa. Menurut dia, hal itu membuat para spekulan itu bermain, jadi apa yang dilakukan oleh BI dalam menaikkan suku bunga menaikan kredit fasility pun juga akhirnya tidak direspons positif oleh pasar. “Malah akhirnya negatif.”

Berbeda dengan Ibrahim, Direktur Segara Institut Pieter Abdullah Redjalam memperkirakan BI akan mengerek suku bunga acuan seiring dengan agresifnya bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve atau The Fed. Menurut dia, kenaikan suku bunga justru diharapkan bisa meredam lonjakan inflasi. Selain itu, kebijakan tersebut meyakini bisa mengurangi likuiditas perekonomian dan permintaan. 

“Dengan membatasi permintaan, inflasi bisa ditahan,” ujar dia saat dihubungi pada Ahad, 16 Oktober 2022.

Ekonom dari Perbanas Institute itu menilai kebijakan hawkish menaikkan suku bunga The Fed perlu diimbangi dengan kenaikan suku bunga acuan BI yang memadai. Jika tidak, kondisi ini akan mendorong keluarnya arus modal asing dan membuat rupiah loyo.

Bahkan, kata Pieter, hal itu sudah terjadi sampai batas tertentu. Selisih antara suku bunga acuan BI dan The Fed saat ini sudah sangat sempit. Jika semakin sempit, situasi ini dianggap tidak akan cukup menutup risiko yang ada sehingga investor memilih keluar. 

Kemudian, dampaknya bagi instrumen keuangan, seperti harga Surat Berharga Negara (SBN) dan harga saham, akan jatuh. “Kalau dibiarkan akan berdampak negatif ke kondisi keuangan lembaga-lembaga keuangan karena adanya kewajiban mark to market,” tutur Pieter.

Artinya, untuk menghindari semua dampak negatif tersebut, Pieter memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan mengikuti kenaikan suku bunga The Fed. Setidaknya, sama dengan kenaikan suku bunga The Fed. “Kebijakan BI ini yang kemudian akan mendorong kenaikan suku bunga deposito dan suku bunga kredit,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *