Transjakarta Rawan Kecelakaan dan Pelecehan Seksual, Azas Tigor Kritik Kerja Manajemen
– Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Azas Tigor Nainggolan, mengkiritisi kinerja PT Transjakarta lantaran belakangan ini banyak penumpang yang mengeluhkan keamanan dan kenyamanan di bus.
“Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat, bus transjakarta terlibat dalam 827 kecelakaan pada periode Januari-September 2022. Angka ini hampir tiga kali lipat dari total kecelakaan yang melibatkan bus transjakarta pada sepanjang 2021,” kata dia melalui keterangan tertulis, Ahad, 6 November 2022.
Dia menilai tingginya angka kecelakaan bus Transjakarta disebabkan kompetensi pengemudi yang nihil dan mengemudi ugal-ugalan karena mengejar target kilometer jalan. “Jelas sangat riskan dan alami kecelakaan lalu lintas di jalan raya,” ujarnya.
Menurut dia, aspek keselamatan penumpang sangat tidak diperhatikan oleh manajemen Transjakarta. “Pertanyaannya, kenapa sopir nihil kompetensi bisa menjadi pengemudi bus Transjakarta?,” kata Tigor.
Selain kecelakaan, kata Tigor, banyak penumpang Transjakarta sering mengangkat keluhannya dan ketakutannya akibat maraknya pelecehan seksual di bus Transjakarta. “Oktober saja diunggah di sosial media bahwa ada dua kejadian pelecehan seksual yang pelakunya sama,” ucapnya.
Ia menilai kondisi ini disebabkan kebijakan operasional Transjakarta yang menahan atau membatasi jumlah bus Transjakarta yang beroperasi melayani penumpang. “Seharusnya pada jam sibuk bus Transjakarta dioperasikan jumlahnya harus memadai dan sesuai kebutuhan jumlah penumpangnya,” kata Tigor.
Selama ini, kata Tigor, PT Transjakarta membayar operator yang bekerja sama dengannya dalam sistem pembayaran kilometer jalan.
Artinya, PT Transjakarta hanya membayar sesuai jumlah kilometer perjalanan yang dicapai oleh bus para operatornya. Kondisi bus kosong atau penuh sesak pembayaran tiap kilometernya sama sesuai kontrak kerja antara operator dengan PT Transjakarta.
“Padahal setiap tahunnya Transjakarta mendapatkan subsidi dari APBD Jakarta dalam hitungan jumlah per penumpang,” ujar dia.
Ia mengatakan manajemen Transjakarta menjadikan uang subsidi sebagai pendapatan karena berhasil menekan penggunaannya dengan mengurangi jumlah bus beroperasi saat jam sibuk atau tingginya kebutuhan penumpang.
“Ini sama saja PT Transjakarta bermain untuk mendapatkan kelebihan pendapatan dari uang subsidi APBD dengan mengorbankan penumpangnya. Menekan atau membatasi jumlah bus Transjakarta yang dioperasikan untuk mengirit pengeluaran biaya operasional karena hitungannya adalah kilometer jalan setiap bus yang beroperasi,” ucapnya.
“Berbeda dengan pendapatan untuk biaya operasional gaji manajemen begitu tinggi dinikmati para direksinya dan pejabat lainnya di PT Transjakarta. Akibatnya, sering kita lihat ketika jam sibuk bus Transjakarta dan bahkan di halte Transjakarta penuh sesak oleh penumpang,” kata Tigor.