Merdeka.com – Merdeka.com – Meski pemerintah telah mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya pada 23 Mei lalu, namun harga tandan buah segar sawit (TBS) di banyak daerah masih anjlok. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung.
“Hingga hari ini, harga TBS masih anjlok. Menteri Perdagangan harus bertanggung jawab,” kata Gulat, Jakarta, Minggu (5/6).
Gulat juga mengkritisi kebijakan Kementerian Perdagangan terkait penyediaan minyak goreng. Di antaranya peraturan tentang domestic market obligation (DMO) dan DPO (domestic price obligation).
“Bongkar pasang kebijakan seperti ini pada akhirnya hanya membuat petani sawit sengsara,” terangnya.
Beban lain bagi industri sawit, kata dia, adalah tingginya pajak ekspor dan pungutan ekspor (levy). Total pajak ekspor dan levy yang dibayarkan pelaku usaha sawit mencapai USD575 per ton CPO yang diekspor. Beban yang besar ini pada akhirnya juga akan ditanggung oleh petani sawit karena harga TBS tidak akan pernah bisa pararel dengan harga CPO di pasar internasional.
“Dalam sejarah, mungkin sawit satu-satunya komoditas yang dipaksa untuk menanggung beban pungutan hingga setengah harga barangnya, yang ujung-ujungnya dibebankan ke petani,” klaim Gulat.
Dari pantauan Apkasindo, saat ini beberapa pabrik kelapa sawit mulai menolak pembelian TBS petani dengan alasan tanki penuh karena kesulitan menjual CPO. Penuhnya tanki ini diduga karena hingga dua pekan pencabutan larangan ekspor CPO, belum ada pengapalan ekspor sama sekali.
146 kabupaten kota dari 22 provinsi mulai dari Aceh hingga Papua, harga TBS Petani sudah semakin anjlok.
“Rata-rata harga kini tinggal Rp1.900 per kilogram untuk petani swadaya (nonmitra), dan Rp2.240 perkilogram untuk petani bermitra,” ujar Gulat.
Beban petani terus bertambah dengan dengan adanya kenaikan harga pupuk hampir 300 persen. “Harga TBS telah anjlok sekitar 55-60 persen jika dibandingkan sebelum larangan ekspor diberlakukan,” pungkasnya.
Dikutip dari Antara, di Provinsi Bengkulu, salah satu sentra perkebunan sawit Kabupaten Mukomuko harga TBS di sejumlah pabrik minyak kelapa sawit turun hingga Rp200 per kilogram. Hal ini karena terbatasnya penjualan CPO dari daerah ini.
“Harga TBS sawit hari ini turun di sejumlah pabrik minyak kelapa sawit di daerah ini berkisar Rp100 hingga Rp200 per kilogram,” kata Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko Meri Marlina.
Ia mengatakan hal itu setelah mendapatkan data pembelian TBS kelapa sawit tanggal 4 Juni 2022 dari 10 pabrik minyak kelapa sawit.
Dia menyatakan mayoritas pabrik di daerah ini membeli TBS sawit petani setempat dengan harga lebih murah, dibandingkan harga penetapan tim perumus harga komoditi perkebunan tersebut.
Tim perumus harga komoditas perkebunan kelapa sawit pemerintah provinsi sejak beberapa hari yang lalu telah menetapkan harga jual TBS kelapa sawit tingkat pabrik, tertinggi Rp3.200 perkilogram dan terendah Rp2.400 per kilogram.
Di Jambi juga mengalami penurunan. Pada periode 3-9 Juni 2022, harga CPO kembali mengalami penurunan senilai Rp410 dari Rp11.480 menjadi Rp11.070 per kilogram. Sedangkan TBS turun Rp86 dari Rp2.126 menjadi Rp2.040 per kilogram.
“Sementara itu untuk harga inti sawit pada periode kali ini juga mengalami penurunan cukup signifikan sebesar Rp579 dari Rp7.116 menjadi Rp6.537 per kilogram,” kata Panitia Penetapan Harga TBS Sawit Provinsi Jambi, Putri Rainun.
Terkait persoalan minyak goreng ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah terus mengupayakan untuk mencari jalan tengah masalah minyak goreng di Tanah Air.
Luhut mengatakan, pemerintah ingin menata kembali masalah minyak goreng dari hulu hingga ke hilir sehingga masalah pasokan dan harga minyak goreng seperti sekarang ini tidak terulang kembali sekaligus penerimaan negara bisa tetap bertambah.
“Di hulu, pemerintah harus dapat dan terus menyejahterakan petani sawit. Di hilir, pemerintah harus menjamin pemenuhan masyarakat dalam mencari dan membeli minyak goreng dengan harga yang wajar,” kata Luhut dalam konferensi pers daring di Jakarta, Minggu (5/6). [cob]