Kalimantan Timur

Kalimantan Timur

Kalimantan Timur
Kaltim
Dari kiri ke kanan, atas ke bawah: Lamin adat Tawai Samarinda, Tari Pemung Tawai, Replika Yupa Kerajaan Kutai, Kedaton Kutai Kartanegara, Pelabuhan Balikpapan, Pulau Beras Basah Bontang, Batu Dinding Mahakam UluSungai Mahakam.
Bendera Kalimantan Timur

Julukan:

Benua Etam
Motto:

Ruhui – rahayu[a]
(Banjar) Kehidupan yang harmonis, damai sejahtera, aman, dan tenteram
Peta

Peta
Negara Indonesia
Dasar hukum pendirianUU No. 10 Tahun 2022[1]
Hari jadi9 Januari 1957
Ibu kotaKota Samarinda
Kota besar lainnya

Daftar
Jumlah satuan pemerintahan

Daftar
Pemerintahan

 • GubernurIsran Noor
 • Wakil GubernurHadi Mulyadi
 • Sekretaris DaerahSri Wahyuni
 • Ketua DPRDMakmur HAPK
Luas

 • Total127.346,92 km2 (49,168,92 sq mi)
 • Luas perairan10.217 km2 (3,945 sq mi)  4.2%%
Populasi

 • Total3.941.766
 • Kepadatan31/km2 (80/sq mi)
Demografi

 • AgamaIslam 87,43%
Kristen 11,93%
– Protestan 7,49%
– Katolik 4,44%
Buddha 0,40%
Hindu 0,22%
Konghucu 0,01%
Kepercayaan 0,01%[2]
 • Bahasa

Daftar
 • IPMKenaikan 77,44 (2022)
tinggi [3]
Zona waktuUTC+08:00 (WITA)
Kode pos
Kode area telepon

Daftar
Kode ISO 3166ID – KI
Pelat kendaraanKT
Kode Kemendagri64 Edit nilai pada Wikidata
DAURp 943.411.298.000,00- (2020)[4]
Lagu daerah“Indung-Indung”
Rumah adatRumah Lamin
Senjata tradisional
  • Mandau
  • Bujak
  • Serepang
  • Kelibit
  • Sumpit
  • Gayang
Flora resmiAnggrek hitam
Fauna resmiPesut mahakam
Situs webwww.kaltimprov.go.id
  1. ^ Tidak seperti motto daerah lainnya yang ditulis dengan huruf kapital, motto daerah Kalimantan Timur selalu ditulis dengan huruf kecil.

Kalimantan Timur (disingkat Kaltim) adalah sebuah provinsi Indonesia di Pulau Kalimantan bagian ujung timur yang berbatasan dengan MalaysiaKalimantan UtaraKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Barat, dan Sulawesi. Luas total Kaltim adalah 127.346,92 km² dan populasi sebesar 3.941.766 jiwa (2020).[2]Kalimantan Timur merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk terendah ke empat di NusantaraIbu kotanya adalah Kota Samarinda.

Provinsi Kalimantan Timur sebelum dimekarkan menjadi Kalimantan Utara merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia setelah Papua, dengan luas 194.489 km persegi yang hampir sama dengan Pulau Jawa atau sekitar 6,8% dari total luas wilayah Indonesia.

Sejarah

Wilayah Kalimantan Timur dahulu mayoritas adalah hutan hujan tropis. Terdapat beberapa kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, diantaranya adalah Kerajaan Kutai (beragama Hindu), Kesultanan Kutai Kartanegara ing MartadipuraKesultanan Pasir dan Kesultanan Berau. Di pusat-pusat kerajaan tersebut berkembang bahasa serumpun yang memiliki benang merah dari leluhur bahasa yang sama yaitu rumpun bahasa Melayik.[5]

Wilayah Kalimantan Timur meliputi Paser, Kutai, Berau dan juga Karasikan (Buranun/pra-Kesultanan Sulu) diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit di Negara Dipa (yang berkedudukan di Candi Agung di Amuntai) hingga tahun 1620 pada masa Kesultanan Banjar. Bahkan sebelum adanya bala bantuan dari Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar sudah melebarkan pengaruhnya ke Paser, Kutai, dan Berau.[6] Perjanjian yang ditanda tangani antara Pieter Pietarsz (utusan VOC) dengan Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa ing Martapura, Raja Kutai Kartanegara dalam tahun 1635 memuat antara lain bahwa perdagangan bebas hanya dibolehkan antara Kerajaan Kutai dengan orang-orang Banjar dan Belanda saja.[7]

Kedatangan orang Banjar membantu memperluas pengaruh kekuasaan Kesultanan Kutai terhadap masyarakat Dayak di pedalaman.[8][9] Semenjak itulah pedagang-pedagang asal Banjar mulai mendominasi sebelum kedatangan migrasi orang Bugis pada tahun 1638-1654 dan jatuhnya Makassar ke tangan Belanda tahun 1667. Antara tahun 1620-1624, negeri-negeri di Kaltim diklaim sebagai daerah pengaruh Sultan Alauddin dari Kesultanan Gowa, Makassar, sebelum adanya perjanjian Bungaya.[10]

Menurut Hikayat Banjar Sultan Makassar pernah meminjam (“menyewa”) tanah untuk tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar sewaktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan Sultan Tallo I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang,[6] yang menjadi mangkubumi dan penasihat utama bagi Sultan Muhammad Said, Raja Gowa tahun 1638-1654 dan juga mertua Sultan Hasanuddin[11][12][13] yang akan menjadikan wilayah Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo)[6], sejak itulah mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan. Namun berdasarkan Perjanjian Kesultanan Banjar dengan VOC pada tahun 1635, VOC membantu Banjar mengembalikan negeri-negeri di Kaltim menjadi wilayah pengaruh Kesultanan Banjar. Hal tersebut diwujudkan dalam perjanjian Bungaya, bahwa Kesultanan Makassar dilarang berdagang hingga ke timur dan utara Kalimantan.

Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia Belanda. CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN 4 Mei 1826. / B 29 September 1826 No. 10, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.[14][15]

Pada tahun 1846, Belanda mulai menempatkan Asisten Residen di Samarinda untuk wilayah Borneo Timur (sekarang provinsi Kalimantan Timur dan bagian timur Kalimantan Selatan) bernama H. Von Dewall.[16] Kaltim merupakan bagian dari Hindia Belanda.[17] Kaltim 1800-1850.[18] Dalam tahun 1879, Kaltim dan Tawau merupakan Ooster Afdeeling van Borneo bagian dari Residentie Zuider en Oosterafdeeling van Borneo.[19] Dalam tahun 1900, Kaltim merupakan zelfbesturen (wilayah dependensi)[20] Dalam tahun 1902, Kaltim merupakan Afdeeling Koetei en Noord-oost Kust van Borneo.[21][22] Tahun 1942 Kaltim merupakan Afdeeling Samarinda dan Afdeeling Boeloengan en Beraoe.[23]

Provinsi Borneo dibentuk pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan gubernur pertama Pangeran Muhammad Noor. Status gubernur Borneo menjadi tidak relevan setelah Perjanjian Linggarjati.

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memiliki 8 provinsi, yaitu: SumatraBorneo (Kalimantan), Jawa BaratJawa TengahJawa TimurSulawesiMaluku, dan Sunda Kecil. Pada masa pergerakan kemerdekaan (1945-1949), Indonesia mengalami perubahan wilayah akibat kembalinya Belanda untuk menguasai Indonesia, dan sejumlah “negara-negara boneka” dibentuk Belanda dalam wilayah negara Indonesia. Wilayah Kalimantan Timur baru bergabung ke dalam Negara Republik Indonesia secara resmi pada 10 April 1950.

Sebelumnya, pada awal 1950 rakyat Kaltim dalam wadah koalisi Front Nasional yang dipimpin Abdoel Moeis Hassan (bukan Inche Abdoel Moies) menuntut penghapusan swapraja-swapraja alias empat Kesultanan yang ada di Kaltim serta menuntut agar Federasi Kaltim bergabung ke RI. Kala itu, Federasi Kaltim warisan Van Mook berada dalam kedaulatan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), bukan RI. Pemerintahan Federasi Kaltim merupakan gabungan Kesultanan Kutai, Sambaliung, Gunung Tabur, Bulungan, plus neoswapraja Pasir.

Tuntutan Front Nasional dipenuhi pemerintah lokal dan pusat. Berturut-turut: Februari, 10 Maret, dan 16 Maret; Dewan Kaltim, Federasi Kaltim, dan Residen Kaltim meminta Pemerintah RIS mewujudkan tuntutan rakyat Kaltim. 19 Maret Pemerintah RI setuju. 24 Maret Presiden RIS juga setuju. Penggabungan Kaltim ke wilayah RI dilakukan dalam upacara serah-terima dari Pemerintah RIS kepada Pemerintah RI. RIS diwakili Aji Raden Afloes (Plt. Residen Kaltim). Adapun RI diwakili Dr. Moerdjani (Gubernur Kalimantan). Bertindak sebagai saksi, Menteri Dalam Negeri Mr. Soesanto Tirtoprodjo.

Penggabungan Kaltim ke RI tercatat dalam sejarah sebagai daerah pertama di luar Jawa dan Sumatra usai Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menggabungkan diri ke wilayah RI. Status wilayah kaltim pada awal bergabung ke RI hingga 6,5 tahun kemudian adalah keresidenan di bawah Provinsi Kalimantan yang beribu kota di Banjarmasin.[24]

Provinsi Kalimantan dibentuk kembali pada tanggal 14 Agustus 1950 yang beribu kota di Banjarmasin, dengan gubernur dr. Moerdjani (m. 1950-1953) dan sebagai Kepala Daerah Provinsi Kalimantan adalah Mas Subarjo (m. 1950-1953).

Pembentukan provinsi Kalimantan Timur

Provinsi Kalimantan Timur selain sebagai kesatuan administrasi, juga sebagai kesatuan ekologis dan historis. Kalimantan Timur sebagai wilayah administrasi dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 Diarsipkan 2007-10-08 di Wayback Machine. dengan gubernurnya yang pertama adalah APT Pranoto.

Sebelumnya Kalimantan Timur merupakan salah satu karesidenan dari Provinsi Kalimantan. Sesuai dengan aspirasi rakyat, sejak tahun 1956 wilayahnya dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Pada tahun 2012, kembali terjadi pemekaran wilayah yang ditandai dengan pembentukan Provinsi Kalimantan Utara.

Daerah-daerah Tingkat II di dalam wilayah Kalimantan Timur, dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 27 Tahun 1959 Diarsipkan 2007-09-28 di Wayback Machine., Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1955 No.9).

Lembaran Negara No.72 Tahun 1959 terdiri atas:

  • Pembentukan 2 kotamadya, yaitu:
  1. Kotamadya Samarinda, dengan Kota Samarinda sebagai ibu kotanya dan sekaligus sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur.
  2. Kotamadya Balikpapan, dengan kota Balikpapan sebagai ibu kotanya dan merupakan pintu gerbang Kalimantan Timur.
  • Pembentukan 4 kabupaten, yaitu:
  1. Kabupaten Kutai, dengan ibu kotanya Tenggarong
  2. Kabupaten Pasir, dengan ibu kotanya Tanah Grogot.
  3. Kabupaten Berau, dengan ibu kotanya Tanjung Redeb.
  4. Kabupaten Bulungan, dengan ibu kotanya Tanjung Selor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *