Setara Anggap SE MA soal Larangan Nikah Beda Agama Kemunduran Dunia Peradilan

Ilustrasi pernikahan. (Pixabay.com)
Ilustrasi pernikahan. (Pixabay.com)

TEMPO.COJakarta – Setara Institute mengkritik keputusan Mahkamah Agung yang menerbitkan Surat Edaran MA Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. Dalam SE tersebut, MA melarang pengadilan seluruh Indonesia mengabulkan nikah beda agama.

Menurut SETARA, SE MA itu tidak kompatibel dengan kebhinekaan Indonesia dan bangunan negara Pancasila.

“SE MA 2/2023 merupakan kemunduran dan menutup ruang bagi progresivitas dunia peradilan dalam menjamin hak-hak warga negara dari latar belakang yang beraneka ragam,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam keterangannya, Kamis, 20 Juli 2023.

Halili menjelaskan keberagamaan identitas warga negara, termasuk dari segi agama, seharusnya semakin mendorong perangkat penyelenggaraan negara pada cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif memberikan penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan yang lebih baik bagi seluruh warga negara dengan identitas yang beragam.

Bahkan, kata dia, Pengadilan Negeri (PN) Selatan dan PN Yogyakarta sebelumnya telah menunjukkan kemajuan dalam menjamin hak-hak warga negara. Kedua institusi itu mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama.

Namun, SE MA tersebut justru membuat situasi demokrasi Indonesia yang dalam lima tahun terakhir mengalami defisit semakin memburuk. Defisit bukan hanya menimpa cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif, tapi juga yudikatif.

“Apalagi pendorong keluarnya SE MA adalah tekanan dari politisi cum Wakil Ketua MPR RI, Yandri Susanto, yang mendatangi MA dan meminta pembatalan penetapan pernikahan beda agama di PN Jakarta Selatan,” kata Hasan.

IKLAN
 SCROLL UNTUK MELANJUTKAN

Sebelumnya, MA melarang pengadilan seluruh Indonesia mengabulkan pernikahan beda agama. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Edaran MA Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.

“Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan,” bunyi salinan beleid di poin nomor dua yang ditandatangani Ketua MA Muhammad Syarifuddin yang Tempo terima pada Rabu, 19 Juli 2023.

Dalam SE tersebut, dikatakan perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. MA meminta pengadilan merujuk pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

SE itu juga ditembuskan kepada Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Yudisial, Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial, Para Ketua Kamar Mahkamah Agung RI, dan Para Pejabat Eselon I di lingkungan Mahkamah Agung RI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *